Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahlan wa sahlan di dunia 'Baru Belajar'
love

Sunday, October 23, 2011

Al Hasanah, Riwayatmu Kini...

Bismillah
~Sedang ingin  mengeluarkan unek-unek~ 

Bermula dari kabar dipindahnya tempat ta’lim yang semula di Masjid Al Hasanah menjadi di TA Ibnu Taimiyyah Sedan, sedih... Bukan semata-mata karena jarak yang jauh, melainkan lebih dari itu karena ta’limnya jadi sering kosong. Kajian hari Sabtu sudah tidak ada, yang hari Ahad pun tidak pasti. Kalaupun ada, tempatnya di Masjid Agung Manunggal Bantul (semakin jauh)...belajar Durushul Lughohnya sepertinya juga tidak diteruskan lagi, adanya di Veteran. Walaupun alhamdulillah ada satu jadwal baru lagi yaitu belajar tajwid hari Ahad siang dan Sabtu pagi. Tapi, minggu ini (23 Oktober 2011) benar-benar kosong. Ta’lim paginya libur dan ustadz yang mengajar tajwid qaddarallah sedang sakit, syafahullah, jadi ta’lim tajwid pun diliburkan.

Dengan berpindahnya tempat ta’lim itu, peserta kajian khususnya yang akhowat menjadi berkurang, tidak sebanyak jika di tempat yang dulu (masjid Al Hasanah), seringnya lebih banyak ummahatnya. Bagaimana lagi, tidak semua punya kendaraan (baca: motor), yang dulu cukup bisa dijangkau dengan sepeda onthel, sekarang butuh tenaga ekstra jika ada yang berniat untuk menjangkaunya dengan sepeda onthel. Kenyataannya mereka menjadi tidak bisa hadir. Yang dulu sering kelihatan, sekarang jadi jarang terlihat. Yang dulu jarang kelihatan, sekarang jadi semakin jarang terlihat.

Dengan jarak yang jauh itu pula, harus memastikan juga benar-benar ada ta’lim atau tidak. Kalau dulu kan dekat, kalau pas tidak tanya, tidak terlalu menjadi masalah kalau sudah sampai di tempat ta’lim tapi ternyata ta’limnya libur, tidak perlu kecewa karena dapat pahala niatnya insyaa Allah. Tapi sekarang jauh,...sebagai tindakan preventif tanya dulu ke ummahat/akhowat yang kira-kira tahu, paling mentok sms ke nomor Pakis. Kan kasihan yang jarak antara tempat tinggal dan tempat ta’limnya jauh banget, misalnya di Bantul, Jakal KM atas, dll. Kalau ada ikhwah yang sedang semangat-semangatnya, tetap berangkat walaupun belum ada kepastian ada atau tidaknya ta’lim, dan sesampainya di sana ternyata kosong, hmm, Allohul musta’an.

Dipikir-pikir, kalau mengusahakan tempat yang lain selain di Sedan, misalnya Masjid Al Fithroh Terban, Masjid Nurul Barokah, masjid-masjid di salah satu fakultas di UGM (gak mungkin ya? he) atau mana gitu, yang dekat lingkungan kampus, tidak bisa ya? Kalau jauh kan kasihan jami’ah ikhtilatiyyah fii kuliyah yang sebagian besar tinggal di sekitar kampus ini dan terutama bagi yang tidak punya kendaraan. Syukur-syukur bisa kembali menempati Masjid Al Hasanah tercinta lagi, aamiin. Sepertinya tempat yang paling strategis adalah Masjid Al Hasanah.

Akhir kalimat, dalam kondisi apapun, ayo tetap semangat mencari ‘ilmu, habiskan bensin motormu untuk menuju tempat ta’lim! Bagi yang punya motor,  akan lebih baik jikalau berbaik hati memboncengkan teman yang tidak punya motor. Semangat! Semanggi! Semangka! ^^ Ihris ‘alaa maa yanfauk wasta’in billah wa laa ta’jaz! Mumpung masih di Jogja (semoga kelak bisa punya rumah di Jogja, hhe).

Ahad, 23 Oktober 2011
read more - Al Hasanah, Riwayatmu Kini...

Saturday, October 22, 2011

Penjelasan Ayat ‘Laa ikrooha fiddiin’

Bismillah

Al Qur’an merupakan petunjuk hidup manusia, kemurniannya akan tetap terjaga hingga hari kiamat nanti. Dapat membaca dan memahami Al Qur’an dalam bahasanya yang asli (bahasa Arab) merupakan keinginan bagi tiap-tiap muslim. Namun, tidak semua orang mempunyai kemampuan dan kesempatan yang sama sehingga keinginan tersebut tidak dapat dicapai oleh setiap umat muslim. Ayat-ayat dalam Al Qur’an ada yang bersifat muhkamaat (terang dan jelas artinya) dan ada pula yang mutasyaabihaat (kurang terang dan kurang jelas artinya). Oleh karena itu, dalam menafsirkan ayat dalam Al Qur’an, haruslah berpedoman pada pemahaman salafus shalih, tidak boleh serampangan menta’wilkan sesuai akal dan nafsu kita. Sebagai contoh yaitu ayat ke-256 dalam Surat Al Baqarah berikut ini.                                           
256. Tidak ada paksaan dalam agama... (QS. Al Baqarah: 256)
Berkata Syaikh Fauzan: “Bukan berarti kaum kafir dibiarkan begitu saja dan tidak diperangi. Merupakan bentuk kedustaan kepada Allah jika mereka beranggapan manusia bebas beraqidah.” 

Berikut ini merupakan pendapat ulama ahlu tafsir mengenai ayat tersebut:
  1. Ayat tersebut turun dan konteksnya dipahami pada awal-awal Islam turun, yaitu pada saat di Mekah, manusia tidak dipaksa untuk masuk Islam. Setelah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk hijrah ke Habasyah, Madinah barulah ada paksaan untuk masuk Islam dan memerangi kaum kafir.
  2. Sebagian ahlu tafsir mengatakan bahwa ayat tersebut untuk kaum Yahudi dan Nashrani, yaitu tidak ada paksaan dengan catatan harus membayar upeti (jizyah) yang dipungut oleh pemerintah Islam dan mereka harus tunduk pada hukum Islam. Namun, tetap didakwahi walaupun tidak dipaksa.
  3. Ayat tersebut khusus untuk kaum Yahudi dan Nashrani. Sebagian mereka ada yang masuk Islam tetapi mereka menghalangi keturunan-keturunannya untuk masuk Islam karena ada paksaan (mereka beralasan bahwa mereka dahulu dipaksa untuk masuk Islam. pen) sehingga turunlah ayat tersebut.

Pemikiran bahwa bebas dalam beragama dengan berdalil dengan ayat tersebut adalah salah dan bathil. Penjelasan “tidak ada paksaan dalam agama”  harus dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain.
56. dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Adz Dzaariyat: 56)
Dalam QS. Adz Dzaariyat: 56 terdapat hikmah peciptaan jin dan manusia yaitu untuk beribadah hanya kepada Allah. Untuk menjelaskan hikmah tersebut, Allah mengutus Rasul dan Nabi untuk menyeru umat manusia kepada Allah, juga Allah menurunkan kitab-kitab. Allah tidak memerintahkan sesuatu, melarang sesuatu, dan menurunkan syariat kecuali padanya ada hikmah, maslahah, kebaikan, dan tujuan. [1]

Coba kita simak kelanjutan dari ayat dalam QS Al Baqarah: 256.
256. tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[2] dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah: 256)

3. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. (QS. Al Maidah: 3)

2. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. (QS. Ali Imran: 2)

36. sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. (QS. An Nisa’: 36)
Kesimpulan:
Kebebasan beragama dan kebebasan berpendapat adalah bathil dan tidak ada dalilnya sama sekali. Jika dipelajari secara seksama, seluruh ayat-ayat Al Qur’an mengandung maksud dorongan untuk masuk kepada agama Islam.
Syaikh Fauzan mengatakan bahwa penjelasan tersebut adalah ahwal mufassirun, walaupun tidak ada rujukan tetapi boleh menyimpulkan dari penjelasan para ulama.
Bertanyalah kepada ahlu dzikr dalam hal-hal yang tidak kamu ketahui. Seseorang walaupun berada di bawah bimbingan ulama, bisa jadi ia secara personal terjatuh dalam kesalahan, apalagi yang tidak terbimbing? Hanya saja kesalahan orang yang berada di bawah bimbingan ulama bisa langsung diketahui oleh para ulama sehingga masih bisa dicegah atau belum terlaksana. 
“Belajarlah dengan giat sebelum disibukkan dengan urusan cabang-cabang”
"Alhamdulillah 'alaa nikmatil islam wa sunnah"
Allohu a’lam

[1] faidah dari Al Ustadz Abdulhaq hafidzahullah, Ahad 12 Desember 2010 di Masjid Alhasanah, Terban, Yogyakarta.
[2] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah subhanahu wata'ala.

Sumber: Petikan ta’lim bersama Al Ustadz Syafruddin hafidzahullah pada hari Ahad, 4 Juli 2010 di Masjid Alhasanah, Terban, Yogyakarta.
 
read more - Penjelasan Ayat ‘Laa ikrooha fiddiin’

Jadwal Kajian di Kebumen

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Berikut ini jadwal ta’lim ahlussunnah di Kebumen.



SENIN
Waktu : Ba'da Dzuhur
Tempat : Ma’had Anwarus Sunnah Petanahan, Kebumen
Pemateri : Ustadz Abdulmu'thi Lc,
Materi : Kisah Para Sahabat
Peserta : Umum, Putra/Putri

SELASA
Waktu : Pukul 16.00-17.00
Tempat : Yayasan Assalaam, Legok, Pejagoan, Kebumen
Pemateri : Ustadz Kholid (dari Ma’had Anwarus Sunnah Petanahan, Kebumen)
Materi :
Peserta : Umum, Putra/Putri

KAMIS
Waktu : Ba'da Dzuhur
Tempat : Ma’had Anwarus Sunnah Petanahan, Kebumen
Pemateri : Ustadz Abdulmu'thi Lc, 
Materi : Prinsip-Prinsip Ahlussunnah
Peserta : Umum, Putra/Putri

JUMAT PEKAN KEDUA DAN KEEMPAT
Waktu : Pukul 16.00-17.00
Tempat  : Yayasan Assalaam, Legok, Pejagoan, Kebumen
Pemateri : Ustadz Abdul Muthi Lc (dari Ma’had Anwarus Sunnah Petanahan, Kebumen)
Materi : Kitab Adabul Mufrod
Peserta : Umum, Putra/Putri

AHAD PEKAN KEDUA DAN KEEMPAT
Waktu : Pukul 13.30- menjelang ashar
Tempat : Yayasan Assalaam, Legok, Pejagoan, Kebumen
Pemateri : Ustadz Syaifudin Zuhri Lc
Materi : Ushulus Tsalatsah
Peserta : Umum, Putra/Putri
Penyelenggara: Yayasan Assalaam Pejegoan Kebumen, telepon (0287) 385413 dan Ma'had Anwarus Sunnah Petanahan, Kebumen.
read more - Jadwal Kajian di Kebumen

Thursday, October 13, 2011

Cerita tentang Bintang


Bismillah

Adakah di antara kalian yang suka memandang langit di malam hari? Tiduran beberapa saat di atas rumput di lapangan terbuka dengan pandangan mengarah ke langit, atau mengintip di balik jendela kamar, ataupun hanya menerawang sekilas melalui bagian atap rumah yang terbuat dari kaca. Atau saat terbangun di malam hari, sebelum mengambil air wudhu terlebih dahulu menengok ke langit. Hanya sekedar ingin tahu ada apa di atas sana. 

1. Demi langit dan yang datang pada malam hari.2. Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu? 3. (yaitu) bintang yang cahayanya menembus. (QS. At-Thaariq 1-3)

Bintang-bintang akan nampak paling indah saat tak ada bulan. Kenapa? Karena jika ada bulan, sinar bintang terkalahkan oleh cahaya bulan (terlebih jika purnama) sehingga yang nampak hanya sedikit atau malah kita tidak bisa melihatnya. Meskipun, terkadang mereka terlihat berdua seperti yang terlihat pada setiap pertengahan bulan. Dahulu bintang digunakan manusia untuk menentukan arah yang tidak ia ketahui di darat dan di lautan, pun hingga sekarang. Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya.

Merupakan kebahagiaan tersendiri ketika melihat ada banyak bintang di gelapnya langit malam. Ada perasaan tenang yang timbul saat memandanginya. Jauh tinggi di sana, tampak bersinar, kerlap-kerlip, subhanallah, indah sekali. Walaupun di langit Jogja bintang yang terlihat tak sebanyak yang bisa dilihat di desa kelahiranku karena tersamarkan oleh terangnya lampu-lampu kota. Namun, ini sudah cukup membuat tersenyum bahagia bagi yang memandangnya. (agaksedikitlebay.com ^^) Apa kalian menganggap ini adalah kebiasaan yang aneh? Tak apa, tetapi sungguh hal ini sangat menyenangkan ^^. Setidaknya bisa dijadikan sebagai renungan betapa indah dan tertatanya alam ini sudah pasti ada yang mencipta dan mengaturnya, yang tidak lain adalah Allah jalla wa’ala (tauhid rububiyyah). 

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy [1]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al A’raaf: 54)

Nah, setelah kita mengetahui bahwa Allah merupakan Pencipta, Pemilik, Pengatur, dan Dzat yang mewujudkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada, serta Allah-lah yang memberi rizki kepada makhluk-Nya, maka sudah sepantasnyalah (baca: wajib) untuk kita beribadah hanya kepada-Nya. Dia-lah satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi (tauhid uluhiyyah).[2]
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika kalian memang beribadah kepada-Nya. (QS. Fushilat: 37)

[1] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya.
[2]Tashil Al Ushulu Ats Tsalatsah’ yang ditulis oleh As Syaikh Muhammad At Thoyyib Al Anshori, diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdillah Muhammad Rifai ke dalam Bahasa Indonesia “Cara Mudah Memahami Al Ushulu Tsalatsah” penerbit Darul Ilmi, Yogyakarta.
Allohu a‘lam.

read more - Cerita tentang Bintang

Thursday, October 6, 2011

Mewaspadai Para Da'i Penyesat Umat

Dauroh bersama Ustadz Muhammad Afifudin As Sidawiy di Masjid Al Anshor, Wonossalam, Ngaglik, Sleman pada hari Senin, 3 Oktober 2011 membahas Kitab Arba'una Haditsan fii Madzhabis Salaf karya Asy Syaikh 'Ali Al Haadadi rahimahullahu, Bab Berhati-hati dari Da’i-Da’i Penyesat Umat
 
Bismillah 

Berikut ini catatan saya ... 

Termasuk sunnatullah bagi hamba-hamba ini bahwa di muka bumi ini tidak selamanya terjadi kebaikan-kebaikan melainkan terjadi pula kejelekan-kejelekan. Demikian pula ada du’at dholalah dan du’at hidayah. Namun, selamanya ahlulhaq dan ahlulbathil akan berseteru, tidak ada persatuan sampai hari kiamat.  

(Kemudian ustadz membacakan sebuah hadist panjang riwayat Bukhari dan Muslim (Mutafaqqun 'alaihi) dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu. Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu merupakan shohibussirr yaitu sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang dipercaya menjaga rahasia Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terutama dalam hal nama-nama orang munafiqin di Madinah. Beliau dijuluki pula dengan sebutan mutakhosis yaitu sahabat yang spesialis meriwayatkan hadist-hadist tentang fitnah. Dahulu, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masih ada, jika ada yang meninggal, para sahabat melihat apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mau menyalatkan jenazah tersebut atau tidak. Sepeninggal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, para sahabat melihat Hudzaifah ibnul Yaman. Jika Hudzaifah ibnul Yaman tidak mau menyalatkan, itu artinya jenazah tersebut tergolong munafiqin.)
Berkata Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu, “Dahulu orang (sahabat) bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang perkara-perkara kebaikan sementara aku banyak bertanya perkara kejelekan karena khawatir akan menimpa diriku.”
Jenis manusia ada empat golongan (menurut penjelasan Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali rahimahullahu), yaitu: 
  1. pihak yang memahami kedua-duanya yaitu seluk beluk kebaikan dan kejahatan. Ini merupakan orang yang paling sempurna 
  2. pihak yang tidak memahami kedua-duanya. Ini merupakan orang yang paling jelek dan rawan penyimpangan. 
  3. pihak yang memahami kebaikan tetapi kurang memahami kejelekan. Orang seperti ini dikhawatirkan membaca syubhat-syubhat tetapi dikira sebagai kebaikan-kebaikan. 
  4. pihak yang mengetahui kejelekan tetapi kurang memahami prinsip-prinsip kebaikan. Orang seperti ini dikhawatirkan kalah perang karena tidak punya prinsip yang kuat sehingga malah termakan syubhat mereka.
...maka aku (Hudzaifah ibnul Yaman) bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dulu kami pada masa jahiliyyah*/masa kejelekan (sebelum diutusnya Rasulullah) lalu Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini (yaitu Islam, dakwah tauhid). Yaa Rasulullah, apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” maka Rasulullah hallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Na’am, ada.”
*(jahiliyyah mutlak mengandung makna takfir, masa-masa kekufuran. Jadi jangan salah mengistilahkan, misalnya engkau berkata, “dulu ketika saya masih jahiliyyah” karena kalimat tersebut mengandung arti bahwa engkau dulu kafir). 

Yang dimaksud kejelekan ini adalah fitnah-fitnah yang terjadi pada masa Utsman bin Affan yaitu pemberontakan penguasa, pemahaman pentakfiran kepada penguasa oleh kaum Khawarij hingga muncul pembunuhan terhadap Utsman bin Affan. Jadi perlu digaris-atasi bahwa kejelekan pertama yang terjadi pasca meninggalnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yaitu pemberontakan penguasa pada akhir pemerintahan Utsman bin Affan.
...kemudian aku (Hudzaifah ibnul Yaman) bertanya lagi, “Apa setelah kejelekan itu ada lagi kebaikan, ya Rasulullah?” Rasulullah pun menjawab, "Ya, tapi ada dakhon (asap tebal).” “Apa itu dakhon, ya Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Suatu kaum yang terbimbing bukan dengan bimbinganku. Engkau mengenali mereka tetapi mengingkari mereka."
Kebaikan yang timbul bukanlah kebaikan murni. Dikatakan oleh para ulama bahwa kebaikan yang keruh itu terjadi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, sementara dakhonnya adalah penguasa setelah Umar bin Abdul Aziz. Ada juga yang menyebutkan bahwa kebaikan yang dimaksud adalah persatuan negeri ... (‘afwan, ketinggalan nyatetnya karena gerak tanganku kalah cepat dengan ‘ngendikane’ ustadz, he), dan yang dimaksud dakhon adalah dzalimnya penguasa. Allohu a’lam.
...maka Hudzaifah bertanya lagi, “ya Rasulullah, apakah setelah kebaikan yang keruh itu masih ada kejelekan?” “Ada, yaitu da’i yang menyeru ke pintu jahannam, barangsiapa yang mengikutinya maka mereka akan melemparkannya ke neraka jahannam.” “Seperti apa sifat-sifat da’i tersebut ya Rasulullah?” “Da’i tersebut termasuk dari kulit kita sendiri (dari kalangan kaum muslimin), berbicara dengan lisan seperti kita (seperti bahasa kita),” jawab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Syaikh ‘Ali Al Haadadi rahimahullahu menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan da’i penyeru umat ke pintu neraka jahannam.  

Makna pertama adalah semua da’i dholalah dan da’i bid’ah yang menyeru lepada paham-paham sesat. 
  1. Da’i-da’i khawarij yang menanamkan pemahaman takfir untuk memberontak kepada penguasa, menggulingkan kekuasaan entah dengan isu KKN, gaya reformasi, kudeta militer, dsb. 
  2. Da’i Syiah Rafidhah yang sampai menuhankan Ali bin Abi Thalib bertamengkan dengan sikap cinta kepada ahlul bait. 
  3. Da’i Mu’tazilah yang menentang sifat-sifat Allah dan menyakini nama-nama-Nya, da’i Hadadiyah, Sururiyah, (beberapa disebutkan lagi oleh ustadz), atau da’i-da’i 72 sekte yang ada.  
Makna kedua, yang dimaksud dengan da’i penyeru umat ke pintu neraka jahannam adalah orang yang menuntut kepemimpinan, memberontak kepada penguasa dan menginginkan kekuasaan, baik dari kalangan Khawarij maupun selain Khawarij. Baik dari kalangan Khawarij ataupun kalangan elite politik yang mengajak khilafah islamiyyah, mewujudkan daulah islamiyyah, menegakkan hukum syariat di negara-negara yang sudah sah, menggunakan payung partai-partai politik atau organisasi, apapun namanya dan bagaimanapun caranya. Partai politik untuk taholabul mulki (mencari kedudukan). Tidak usah ragu-ragu, berhati-hatilah terhadap mereka. 
Jalan kedua yang dilakukan mereka adalah dengan jalan jihad ekstrim yang menamakan diri sebagai mujahidin dimana mereka berjihad terhadap kafir dzimmi. 

Dari dua makna yang disebutkan ulama di atas, diringkas bahwa da’i di pintu jahannam memiliki kriteri-kriteria sbb: 
  1. pemberontak penguasa yang sah di suatu negara, meliputi pemberontakan fisik/badan atau pemberontakan yang berujung kepada penggulingan kekuasaan. 
  2. tujuan inti mereka adalah untuk mendapatkan kekuasaan dan kepemimpinan. 
  3. adanya al wara wal bara di atas sebuah sekte (pemahaman), cinta yang sempit pada pemahaman pemikiran, hizbiyyah disertai ashobiyyah/fanatisme). Kejelekan pertama dan terakhir adalah dari kaum Khawarij. Mereka akan terus ada sampai hari kiamat nanti.
“...kemudian Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu bertanya lagi, apa yang harus aku lakukan jika aku mendapati hal tersebut, ya Rasulullah?” Maka Rasulullah pun menjawab, “Kamu pegangi penguasa (imam) kaum muslimin dan jama’ah mereka.”
Penjelasan: yang dimaksud dengan pegangi adalah menerapkan as sam’u wattho’at (mendengar dan taat) kepada penguasa dalam hal ma’ruf. Sedangkan terhadap pemberontak, selisihi mereka.
“Bagaimana jika kaum muslimin tidak punya jama’ah dan imam?”, tanya Hudzaifah. “Kalau tidak ada imam, maka jauhilah sekte-sekte tadi walaupun engkau harus menggigit akar pohon sehingga kematian dating menjemputmu dalam keadaan engkau seperti itu. (Mutafaqqun ‘alaihi).
Penjelasan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak menganjurkan untuk mengangkat pemimpin atau mendirikan ormas, tetapi memerintahkan untuk uzlah (mengasingkan diri) walaupun harus menggigit akar pohon hingga mati dan keadaannya masih tetap sama seperti itu. Uzlah sampai mati. 
Uzlah ada dua macam: 
  1. Uzlatul kulliyah : pengasingan diri secara total yaitu meninggalkan/mengungsi ke tempat yang sepi dengan membawa aqidah kita. 
  2. Uzlah juziyyah: pengasingan diri pada sebagian perkara dan tidak pada sebagian yang lain. Hal ini dilakukan ketika dakwah ilallah masih bermanfaat dan amar ma’ruf masih mungkin dilakukan. Caranya yaitu uzlah pada hal-hal menyimpang dari syariat tetapi membaur dengan masyarakat dalam perkara-perkara yang mubah dan syar’i. 
Adakalanya kita harus uzlah dengan berpindah dari tempat itu, atau adakalanya tidak perlu meninggalkan tempat itu tetapi melakukan kegiatan yang berbeda, dan adakalanya kita tidak boleh meninggalkan tempat itu jika berada dalam lingkungan ahlussunnah. 

Faedah dari hadist panjang ini adalah: 

  1. Anjuran untuk banyak bertanya kepada ahlul ‘ilmi baik dalam perkara kebaikan maupun kejelekan.
  2. Bolehnya takhossus bidang kebaikan dan kejelekan, misalnya takhossus aqidah, fiqih, lugoh, dll. 
  3. Kebaikan yang murni hanya ada pada masa Rasulullah, yang selain itu adalah kebaikan-kebaikan yang ada keruhnya.
  4. Adanya syariat untuk memperingatkan umat dari da’i sesat, tahdzir boleh dilakukan walaupun orangnya belum muncul dalam rangka untuk berjaga-jaga, boleh menghajr untuk mengisolasi mereka.
  5. Perintah untuk menghindari da’i-da’i dholalah. 
  6. Prinsip as sam’u wattho’at kepada penguasa dalam hal ma’ruf adalah solusi dari bahaya da’i sesat. 
  7. Kondisi terakhir umat ini semakin lama semakin jelek, hancur, dan mengerikan tidak seperti zaman awal. “Tidaklah kalian temui umat sesudahnya melainkan lebih jelek dari sebelumnya hingga akhir nanti kau menjumpai Allah.” 
  8. Prinsip al baro’atu min ahlul bid’ah wa ahlul hawa’, berlepas diri dari merekan dengan cara tidak bermajlis dengan mereka, tidak mengutip artikel-artikel mereka, tidak mengikuti kajian-kajian mereka, tidak tolong-menolong dalam dakwah dengan mereka, dll. Tinggalkan semua, cukupkan dengan dakwah sunnah. 
  9. Teguh di atas al haq dalam kondisi apapun sampai kita mati, seperti disebutkan dalam hadist tersebut ‘walaupun kamu harus menggigit akar pohon hingga kematian datang’. 
Allohu a’lam.

Sesi Tanya Jawab 

1. Bolehkah seorang istri menghajr suami? 
(Ustadz tertawa membacakan pertanyaan ini, lha wong pembahasan tema seperti ini pun ada yang tanya tentang persoalan suami istri, hehe, tapi tetap dijawab ‘tdk apa-apa sebagai selingan’ kata beliau)
Yang harus dilakukan oleh seorang istri, pertama adalah bersabar, kedua adalah menunaikan hak-hak suami dan memperbaiki akhlaq, ketiga adalah berbicara dari hati ke hati, sampai kepada jika seorang istri merasa telah bahaya bagi agamanya, maka boleh meminta khulu’ (cerai).
2. Apa benar kata seorang da’i bahwa tanda hitam di dahi adalah tanda niat tidak suci dan perlu diwaspadai? 
(Ustadz lagi-lagi tertawa) kemudian menjawab, ringkasnya begini, 
“Niat itu urusan Allah, kualitas ibadah tidak diukur dari itu.” 

3. Apa makna dari menggigit akar pohon? 
Yaitu kondisi sangat mengerikan, atau memang secara maknawi yaitu kondisi tidak ada makanan yang bisa dimakan.
4. Di Indonesia telah berkembang Syi’ah, bagaimana hukum berjama’ah dengan mereka?
Yang berkembang adalah Syi’ah dari Iran, jika memang telah dihukumi kafir secara personal, maka tidak boleh shalat di belakang mereka. Kebanyakan mereka hidup berkumpul dan jarang yang menyendiri, jadi mudah untuk mengenali mereka. Sedangkan jika belum dihukumi kafir, maka hukumnya sama dengan hukum shalat di belakang ahlul bid’ah.
(kemudian ustadz tertawa lagi dan berkata, “Masyaa Allah, pertanyaan-pertanyaannya tajam-tajam sekali ini, dibacakan tidak yaa ikhwah?”-))...akhirnya pertanyaan berikutnya dibacakan. 

5. Bagaimana sikap ahlussunnah jika mendapati penguasanya adalah seorang wanita?
Jika seorang wanita menjadi penguasa, sesalihah apapun dia, maka tetap disikapi sebagai penguasa yang dzalim karena menunjukkan kemaksiatan dia. Ini saja kalau yang shalihah, apalagi kalau yang tidak shalihah. -)
6. Bagaimana sikap kita terhadap penguasa yang merupakan tokoh-tokoh sesat?
Tetap pegangi prinsip mendengar dan ta’at kepada penguasa dalam urusan kebaikan.
(Ustadz tertawa lagi membaca pertanyaan berikutnya....masyaa Allah,,, -D )

7. Banyak da’i-da’i salafiyyin yang menyeru kepada ukhuwah tapi kenapa banyak pula di kalangan ustadz yang berpecah-belah sehingga menjadi terkotak-kotak?
Kita istilahkan kerenggangan saja, jangan menggunakan kata berpecah-belah yaa ikhwah. Kalau terjadi ‘kerenggangan’, maka dicari sebabnya. Jika masalahnya ilmu, maka bukan bidang antum, serahkan kepada ahlinya, kepada ustadz atau masyaikh, kalian ngaji saja, itu kelasnya ‘elite’. Jika masalahnya hati, maka kalian jangan menjadi ‘bensinnya’, akhlaq itu bukan dilihat dari personal. Jika kalian malah menjadi ‘bensin’, maka akan semakin memperkeruh keadaan. Arus bawah lebih deras dari arus atas, nah yang tanya ini dari arus bawah apa atas? (sontak semua ikut tertawa mendengar pertanyaan ustadz, hihi)
Jika kerenggangan antara ahlul bid’ah dan ahlus sunnah, maka memang harusnya seperti itu dan kita boleh ikut andil dalam hal ini.
Quote dari Ustadz : “Jadilah pemersatu umat, bukan pemecah belah umat. Jadilah penentram hati, bukan perenggang hati.”
8. Bagaimana sikap kita terhadap ustadz salafiyyin yang ..... (‘afwan, belum sempat tercatat, hehe)
Dirinci dulu masalahnya apa, apakah ilmiyyah, syar’iyyah, atau manhajiyyah.
Catatan: penjelasan dan jawaban-jawaban dari ustadz ada yang saya tulis apa adanya, ada juga yang hanya merupakan ringkasan atau hanya saya tulis intinya saja. Untuk melengkapi yang kurang, sebaiknya dengarkan rekamannya yang sudah diupload oleh PAKIS. Ok ok.

klik link berikut berilmoe

Allohu a’lam, al ‘afwu minkum. Semua kesalahan penulisan berasal dari keterbatasan saya pribadi. Yang kemarin juga hadir dan sekarang membaca catatan saya ini, maka silakan mengoreksi dan melengkapi tulisan ini, hehe.


read more - Mewaspadai Para Da'i Penyesat Umat