Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahlan wa sahlan di dunia 'Baru Belajar'
love

Wednesday, April 18, 2012

Waktu dan Tempat Menghafal Ilmu


Bismillah,
Seseorang hendaknya membagi waktu siang dan malamnya. Semestinya dia memanfaatkan sisa umurnya, karena sisa umur seseorang tidak ternilai harganya.
Waktu terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur.

Waktu terbaik untuk membahas/meneliti (suatu permasalahan) adalah di awal pagi.

Waktu terbaik untuk menulis adalah di tengah siang.

Waktu terbaik untuk menelaah dan mengulang (pelajaran) adalah malam hari.

Al-Khathib rahimahullahu berkata: “Waktu terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur, setelah itu pertengahan siang, kemudian waktu pagi.”

Beliau berkata lagi: “Menghafal di malam hari lebih bermanfaat daripada di siang hari, dan menghafal ketika lapar lebih bermanfaat daripada menghafal dalam keadaan kenyang.”

Beliau juga berkata: “Tempat terbaik untuk menghafal adalah di dalam kamar, dan setiap tempat yang jauh dari hal-hal yang melalaikan.”

Beliau menyatakan pula: “Tidaklah terpuji untuk menghafal di hadapan tetumbuhan, yang menghijau, atau di sungai, atau di tengah jalan, di tempat yang gaduh, karena hal-hal itu umumnya akan menghalangi kosongnya hati.”



iseng-iseng oret-oret
 
(Diambil dari Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim, karya Al-Qadhi Ibrahim bin Abil Fadhl ibnu Jamaah Al-Kinani t, hal. 72-73, cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah)
read more - Waktu dan Tempat Menghafal Ilmu

Monday, April 9, 2012

[RINGKASAN] Meredam Kekejaman Penguasa

Bismillah,

Beberapa solusi meredam kekejaman penguasa yang disampaikan oleh Al Ustadz Afifuddin As Sidawy hafidzahullahu:
  1. Mendoakan kebaikan untuk penguasa
Fudhail ibn ‘Iyadh rahimahullahu berkata, “Seandainya aku mempunyai satu do’a yang mustajab, maka aku akan peruntukkan bagi penguasa karena jika penguasa shalih, maka rakyat aman.”
Mendoakan kebaikan untuk penguasa merupakan ciri khas ahlussunnah dan sebaliknya mendo’akan kejelekan untuk penguasa merupakan ciri khas ahlul bid’ah.
Imam Al Barbahari rahimahullahu berkata, “Jika engkau melihat ada orang yang mendo’akan kejelekan bagi penguasanya, maka dia adalah shohibul hawa’ dan jika mendo’akan keshalihan penguasa, maka dia adalah shohibus sunnah.”
Oleh karena itu, mendo’akan kebaikan untuk penguasa merupakan:
  • Prinsip ahlussunnah
  • Ciri khas ahlussunnah
  • Solusi meredam kekejaman penguasa karena do’a adalah senjata kaum muslimin
  1. Menasihati penguasa
Dari Syuraih bin ‘Abid radhiyallahu ta’ala’anhu berkata: Telah berkata ‘Iyadh ibn Ghunum kepada Hasyim bin Hakim, “Pernahkah engkau mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa ingin menasihati penguasa, maka janganlah secara terang-terangan tetapi diambil tangan penguasa tersebut kemudian diajak bersembunyi. Jika penguasa menerimanya, maka jika ia menerima (nasihat) darinya maka itulah yang diinginkan dan jika tidak, maka telah gugur kewajibanmu.” (HR. Ahmad dan Ibn Abu ‘Ashim)
Berkata Hitsam: Diriwayatkan Ahmad dengan semua perawinya tsiqoh tetapi aku tidak pernah mendengar Syuraih mendengar dari ‘Iyadh ibn Ghunum dan Hasyim bin Hakim walaupun beliau adalah tabi’in.
Berkata Syaikh Al Albani rahimahullahu: Hadits shahih dikumpulkan semua jalannya dan memiliki penguat secara mauquf dari ‘Abdillah ibn Abu Auf riwayat Ahmad dengan sanad hasan.
Menasihati penguasa merupakan jihad yang paling afdhal karena resikonya sangat besar. Bisa jadi engkau dihukum, dipenjara, bahkan dibunuh jika penguasamu sangat dzalim.
Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhuma ditanya, “Mengapa engkau tidak menemui Utsman bin ‘Affan lalu engkau menasihatinya?" maka Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhuma berkata, “Sungguh aku telah menasihati Utsman bin ‘Affan antara aku dan dia dengan tanpa aku harus membuka suatu perkara yang aku tidak suka menjadi pembuka yang pertama.” (Muttafaqun ‘alaih)
Penjelasan Imam Nawawi rahimahullahu mengenai hadits tersebut, “Adab-adab terhadap penguasa yaitu menasihati secara sembunyi-sembunyi, lemah-lembut terhadap penguasa, dan menyampaikan keluhan-keluhan masyarakat kepadanya.”
  1. Masing-masing individu bertaqwa kepada Allah
Dari Abdullah ibn Mubarok dst dari Bakr bin ‘Abdillah berkata, “Tatkala terjadi fitnahnya Ibnul Asy’ad, sejumlah kaum muslimin mendatangi Thalhah ibn Habib kemudian beliau berkata: “Kalau terjadi fitnah, maka redam dengan taqwa.” Mereka bertanya lagi, “Apa yang dimaksud dengan taqwa di sini?”, maka beliau menjawab: “Taqwa itu engkau melaksanakan ketaatan kepada Allah, engkau mengharap pahala Allah, dan engkau menjauhi kemaksiatan di atas cahaya ilmu dan karena takut akan hukuman Allah.”
  1. Meninggalkan tindakan yang menyelisihi sunnah
Hukuman dari menyelisihi sunnah adalah tertimpa fitnah yaitu bisa berupa pembunuhan, gempa/bencana alam, atau dikuasakan atas mereka penguasa dzalim yang memimpin mereka.
Jika ada perkara yang dianggap sebagai kedzaliman penguasa tetapi disikapi dengan tindakan menyelisihi sunnah, maka yang muncul adalah fitnah-fitnah lain akibat perbuatan menyelisihi sunnah. Contoh: menolak kebijakan pemerintah dengan cara demonstrasi, berteriak-teriak di jalan dll akan menimbulkan madharat yang banyak antara lain kemacetan lalu lintas, rusaknya fasilitas umum,  kerusuhan, bahkan jatuhnya korban (pen).
Ibnul Abi ‘Izzi Al Hanafi rahimahullahu berkata, “Adapun prinsip menetapi ketaatan kepada penguasa walaupun mereka dzalim sebab keluar dari ketaatan kepada mereka menyebabkan mafsadat-mafsadat yang ditimbulkan melebihi kedzaliman-kedzaliman yang ada pada penguasa. Bahkan bersabar menghadapi kedzaliman penguasa adalah upaya menghapus dosa dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.”
Beliau rahimahullahu juga berkata, dalam menyikapi penguasa yang dzalim, hendaknya kita:
  • Bersungguh-sungguh untuk istighfar
  • Bertaubat kepada Allah
  • Memperbaiki amalan-amalan kita
Hukuman tergantung amalan, jika penguasa tersebut dzalim, maka bukan semata-mata dosanya melainkan karena ulah kita. Rusaknya penguasa karena rusaknya amalan rakyat. Jika masyarakat dzalim, maka akan diberi penguasa yang dzalim, demikian juga sebaliknya jika masyarakat baik/shalih, maka akan dikuasakan kepada mereka penguasa yang shalih.

Allah ta'ala berfirman: “Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang dzalim berteman dengan sesamanya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 129)
Dari Abdulah ibn ‘Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa membenci sesuatu dari penguasa, hendaknya ia bersabar.” (HR. Bukhâry no. 7053, 7054, 7143 dan Muslim no. 1849)
Allohu a'lam


* Pembahasan Kitab Arba'una Haditsan fii Madzhabis Salaf pada hari Senin, 2 April 2012 di Masjid Al Anshar, Wonosalam, Ngaglik, Sleman
read more - [RINGKASAN] Meredam Kekejaman Penguasa