Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahlan wa sahlan di dunia 'Baru Belajar'
love

Tuesday, December 2, 2014

KAMAR KESEDIHAN


Bismillah
Dahulu aku memiliki seorang teman yang sangat aku sukai karena keutamaan dan adabnya. Kalau melihatnya aku pasti merasakan kesejukan. Hati ini menjadi lembut karena memandangnya. Aku berteman dengannya untuk waktu yang lama. Tak satu hal pun yang aku ingkar dari dirinya. Begitu pula, dia tidak mengingkari sesuatupun dariku.
Hingga akhirnya, aku meninggalkan kota Kairo di Mesir untuk waktu yang lama. Maka kami pun saling berkirim surat. Tak lama setelah itu, surat-surat darinya berhenti. Berita yang kudengar tentangnya membuatku ragu dan bimbang. Kemudian aku kembali ke kota Kairo. Keinginan terbesarku adalah ingin melihat temanku itu. Aku segera mencarinya di tempat-tempat yang dahulu kami biasa saling bertemu. Namun, aku tidak berhasil menemukannya. Pencarian kulanjutkan ke rumahnya. Para tetangga mengatakan bahwa temanku itu telah lama pergi meninggalkan tempat tersebut. Mereka tidak mengetahui lagi kemana tempat tinggalnya sekarang. Dalam sekejap, aku telah berada di antara rasa keputusasaan dan harapan. Seketika itu, aku telah yakin bahwa aku kehilangan temanku. Tidak ada harapan lagi bagiku untuk menemukannya kembali.
Di tempat itu, tak terasa air mataku meleleh. Sebuah tetesan air mata yang tidak akan mengalir melainkan dari seorang yang sedikit saja memiliki rasa persahabatan, yang sedikit saja memiliki rasa kasihan dan iba kepadanya. Hingga dia pun menjadi tujuan dari tujuan-tujuan hari itu. Tidak ada yang terlewatkan dari sebuah hari melainkan mengingatnya. Rasa sakit karena mengingatnya pun selalu datang silih berganti.
Suatu saat, ketika aku pulang ke rumah pada suatu malam di akhir bulan, ketidaktahuanku terhadap jalan di tengah kegelapan malam yang begitu pekat menjadikanku tersesat ke arah sebuah lorong sempit nan asing. Seorang yang memandang tempat tersebut di saat-saat seperti itu pasti akan segera pergi meninggalkannya. Di pertengahan malam yang aku yakin bahwa tempat tersebut adalah tempat jin dan makhluk halus. Aku merasa seperti masuk ke dalam laut yang begitu hitam dan gelap, yang sedang naik di antara dua gunung yang tinggi menjulang besar. Seolah ombak dan gelombangnya maju dan mundur ke arahku, serta menaikkan dan menurunkanku. Hingga tak terasa aku telah berada di tengah-tengah gelapnya tempat itu. Tiba-tiba dari sebuah rumah di antara rumah-rumah yang sudah ditinggalkan penghuninya, aku mendengar suara rintihan dan ratapan. Sebuah rintihan yang berulang-ulang di pertengahan malam. Rintihan itu diikuti oleh rintihan berikutnya.  Ya, silih berganti suara itu berdatangan. Aku pun merinding mendengarkannya. Bulu kudukku bediri semua. Aku sangat ketakutan.
“Aneh sekali. Berapa lama malam seperti ini tersembunyi dalam dadanya dari hati orang yang kesedihan,” gumamku dalam hati. Padahal hari sebelumnya aku telah berjanji kepada Allah untuk tidak ingin melihat orang yang sedih atau menangis melainkan aku harus berada di depannya untuk bisa menolong dan membantunya jika aku memang mampu.  
              Aku segera mencari jalan ke arah sumber suara itu. Akhirnya aku sampai juga ke rumah yang dimaksud. Pintu kuketuk lirih. Namun pintu itu tidak dibuka. Kali ini pintu kuketuk dengan keras. Seorang gadis kecil –umurnya belum mencapai tahun kesepuluh- membuka pintu. Dari sorot lampu lilin redup yang dipegangnya, aku mengamati gadis cilik ini. Ternyata pakaian yang dikenakan compang-camping. Pakaian itu telah lusuh dan sobek di banyak tempat. Seolah itu seperti bulan purnama di balik gumpalan-gumpalan awan.
“Apakah ada orang sakit di keluarga kalian?” tanyaku kepada si gadis.
Seketika itu napas panjang ditariknya sambil menangis keras hingga tali jantungnya seakan-akan hampir putus.
“Ayahku sedang sekarat. Ia hampir meninggal.” jawab si gadis dalam tangisnya.
Ia pun berjalan di depanku. Aku segera mengikutinya di belakang. Aku terus berjalan di belakang gadis itu hingga sampailah aku di sebuah kamar. Kamar itu memiliki pintu sempit namun tinggi. Kamar dengan pintu kecil itu segera kumasuki. Tiba-tiba aku seakan berpindah dari alam kehidupan nyata ke alam kematian. Aku melihat kamar itu seperti lubang kubur. Sedangkan orang yang sakit itu seolah seonggok mayit yang terbujur kaku.
Aku segera mendekat ke arahnya. Hingga aku berdiri di sampingnya. Ternyata tulang-tulang orang itu telah mengerut. Sedangkan napasnya terengah-engah. Sementara angin tak henti-hentinya bertiup lembut di kamar kayu itu. Lalu aku meletakkan telapak tanganku ke dahi orang itu. Ia segera membuka kedua matanya. Kemudian ia memandangi wajahku. Pandangannya begitu lama. Sedikit demi sedikit ia mulai membuka kedua bibirnya. Lalu dengan suara lirih, ia mengatakan, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Kini aku telah menemukan temanku.”
Mendengar ucapan itu, hatiku segera berjalan-jalan ke bagian dada dengan penuh ketakutan dan kegelisahan. Pikiran dan ingatanku segera melayang terbang kepada temanku yang telah hilang. Hingga aku benar-benar yakin bahwa secara tidak sengaja aku telah menemukan temanku yang telah lama menghilang itu. Ya, dialah teman yang dahulu aku berjanji agar tidak bertemu dengannya sedang dia telah berada di jalan menjelang kematian. Seorang teman yang aku tidak ingin kesedihan yang terpendam dalam hati dan terkubur di antara tulang-tulang rusukku kembali terbuka.
Aku segera menanyakan kondisinya. Aku juga menanyakan keadaan yang dialaminya sekarang ini. Seolah keramahannya kepadaku kembali bersinar dari lampu kehidupannya yang telah redup dan kini sedikit bercahaya terkena cahaya. Ia memberi isyarat kepadaku untuk duduk. Tanganku segera kulayangkan ke arahnya. Aku menguatkan dan melebarkan tanganku hingga akhirnya ia bisa duduk tegak. Lalu ia segera menceritakan kisah yang dialaminya.
Berikut ini penuturan temanku:
Selama sepuluh tahun aku dan ibuku tinggal di sebuah rumah. Di samping rumah tersebut tinggallah salah seorang tetangga kami. Ia adalah orang kaya. Kehidupannya penuh kenikmatan. Di dalam istana megah dan mewahnya hiduplah seorang gadis perawan yang begitu cantik dan menawan seperti istana yang dihuninya. Aku tergila-gila kepada gadis cantik itu. Saking cintanya, aku tidak bisa bersabar kepadanya. Tak henti-hentinya aku berusaha untuk mendapatkan cintanya. Namun ia menolaknya. Cintaku bertepuk sebelah tangan. Aku berupaya untuk merebut hati dan perhatiannya. Sayang, ia mengelaknya. Dengan segala cara aku mencoba untuk masuk ke dalam sanubari kecilnya. Akan tetapi, aku tidak bisa sampai kepadanya.
Hingga suatu ketika aku bisa mendapatkan jalan keluar. Aku berjanji untuk menikahinya. Aku mendekatinya. Usahaku mulai menyentuh hawa nafsu gadis itu. Aku berhasil merobohkan kekuatannya. Aku segera merebut hatinya. Dan dalam sehari kesucian dan kehormatannya segera kurenggut. Tidak lama setelah itu aku mengetahui bahwa dirinya memiliki penyakit asma. Aku pun kecewa dan putus asa. Kini aku berada di antara dua pilihan, berusaha untuk menunaikan janjiku ataukah aku akan memutuskan tali cintaku kepadanya. Hingga akhirnya aku memilih pilihan kedua. Dengan segera aku meninggalkan rumah yang engkau kunjungi ini. Aku tidak lagi kembali ke rumah itu. Hingga akhirnya sedikitpun aku tidak mengetahui kabar tentangnya. Beberapa tahun telah berlalu dari peristiwa tersebut hingga datanglah sepucuk surat dari wanita itu melalui pos.
Temanku itu lalu menjulurkan tangannya ke bawah bantal. Kemudian dengan cepat ia menunjukkan surat yang dimaksud. Surat tersebut telah using dan menguning. Aku segera membaca surat tersebut. Berikut ini isinya:
Kalau seandainya aku menulis surat ini dalam rangka untuk memperbaharui janji dahulu atau membuka kembali cinta lama kita, maka aku tidak akan menulis satu baris. Satu huruf pun tidak. Karena sesungguhnya aku yakin sebuah janji seperti janjimu yang penuh pengkhianatan atau sebuah sebuah rasa kasih seperti rasa kasih dusta nan palsu darimu, tidaklah pantas untuk dirayakan sehingga aku harus mengingat-ingat serta mengenangnya kembali, dan tidak pantas pula untuk kusesali sehingga aku harus meminta untuk diperbaharui.
Sungguh, engkau telah tahu ketika engkau meninggalkanku bahwa di antara kedua perutku telah terdapat api yang menyala-nyala, telah terdapat janin yang sudah bergerak-gerak, itu semua penyesalan untuk yang sudah berlalu dan kekhawatiran terhadap masa depan. Namun semua itu tidak engkau perhatikan. Engkau justru menelantarkan diriku. Sampai-sampai engkau tidak mau menoleh kepada belahan jiwamu, yang merupakan hasil darimu. Engkau juga tidak mau berusaha untuk mengusap air mata yang telah engkau alirkan. Maka setelah itu, apakah aku bisa menggambarkan bahwa dirimu itu adalah seorang yang mulia? Bahkan aku tidak bisa menggambarkan bahwa dirimu itu adalah seorang manusia. Karena tidaklah engkau meninggalkan satu kesempatan dari berbagai kesempatan dalam jiwa yang jauh atau bencana yang menakutkan melainkan engkau mengumpulkannya di dalam jiwamu. Dan semua itu engkau tampakkan dalam satu penampakan.
Engkau telah dusta ketika engkau mengaku mencintai diriku. Tidaklah engkau mencintai selain dirimu sendiri. Semua hal yang engkau lihat dari diriku hanyalah untuk memuaskan nafsumu saja. Kebetulan engkau bertemu diriku untuk memuaskan nafsumu itu. Kalau bukan hal tersebut, pasti engkau tidak akan mengetuk pintu rumahku. Engkau juga tidak akan memandang wajahku.
Engkau telah menipuku. Engkau telah mengkhianatiku dalam janjimu untuk menikahiku. Engkau telah mengingkari janjimu dengan alasan jiwamu tidak ingin menikahi wanita pendosa atau wanita yang belum dewasa. Tidaklah wanita itu pendosa, bukan pula wanita itu belum dewasa melainkan semua itu hanyalah rekayasa tanganmu dan buat-buatan jiwa serta nafsumu. Kini aku menjadi seorang terhina dan yang teriris-iris hatinya. Hidup terasa begitu berat. Kematian terasa masih sangat lama. Apakah masih ada kenikmatan bagi seorang wanita yang tidak bisa menjadi istri bagi seorang laki-laki? Tidak pula ada kenikmatan bagi wanita yang tidak bisa menjadi seorang ibu bagi anaknya! Bahkan tidak ada kenikmatan bagi wanita yang tidak bisa hidup di tenga-tengah masyarakat dan pergaulan manusia, melainkan dalam pergaulannya ia selalu menundukkan kepala, menurunkan kelopak matanya, dan merendahkan pipinya. Semua persendiannya gemetar dan menggigil. Penyakit asmanya menimbulkan suara. Wanita itu berada dalam ketakutan untuk ditelantarkan dan dijadikan bahan ejekan maupun olokan.
Engkau telah merampas kebahagiaanku. Karena setelah peristiwa itu, aku terpaksa harus meninggalkan istana itu. Sebuah istana yang dahulu aku hidup dalam kesenangan dan kenikmatan hidup bersama ayah dn ibuku. Lalu aku lari meninggalkan semua kenikmatan melimpah dan kehidupan mewah itu menuju rumah hina nan rendah di sebuah desa yang telah ditinggalkan oleh penduduknya, yang tidak diketahui lagi oleh seorang pun, yang pintunya tidak pernah diketuk. Dalam rumah itu aku habiskan masa mudaku dari sisa-sisa hidupku.
Engkau telah membunuh ayah dan ibuku. Aku tahu bahwa keduanya telah meninggal. Dan aku yakin kematian keduanya karena kesedihan yang menimpa mereka berdua atas kehilangan diriku dan keputusasaan untuk bisa bertemu dengan diriku lagi.
Engkau juga telah membunuh diriku. Karena sesungguhnya kehidupan pahit yang aku teguk dari gelasmu, angan-angan panjang yang aku dapatkan karena dirimu, telah mencapai puncaknya pada badan dan jiwaku. Hingga aku menjadi seorang wanita yang terbaring di atas tempat tidur kematian. Kini aku ibarat sumbu sebuah lampu yang terbakar, yang sedikit demi sedikit napasnya habis menyambut kematian. Aku yakin bahwa Allah akan menolongku dan mengabulkan doaku. Aku yakin Allah akan memindahkanku dari negeri kematian dan kesengsaraan menuju negeri kehidupan dan kebahagiaan. Sementara dirimu adalah pendusta dan pengkhianat, engkau adalah perampok dan pembunuh. Aku yakin Allah tidak akan membiarkanmu tanpa mengambilkan hakku darimu.
Tidaklah aku menulis surat ini dalam rangka untuk menagih janjimu. Tidak pula untuk mengobarkan kembali rasa cinta itu. Karena di mataku, engkau terlalu hina dan terlalu rendah untuk semua itu. Sungguh, kini aku telah berada di pintu kubur. Tak lama lagi aku akan meninggalkan semua kehidupan dunia ini, kebaikannya, keburukannya, kebahagiaannya, maupun kesengsaraannya. Aku sudah tidak lagi mengharapkan rasa cintamu. Tidak lagi aku menginginkan janjimu. Aku menulis surat ini hanya karena engkau memiliki tinggalan yang ada pada diriku, yaitu anak hasil perbuatanmu. Kalau yang mendorongmu untuk datang adalah kasih sayang yang muncul dari hatimu, dan engkau bisa hidup dengannya sebagai seorang ayah yang mencintainya, maka terimalah anak tersebut agar ia tidak mendapatkan kesengsaraan sebagaimana yang telah dirasakan oleh ibunya sebelum dirinya.
Begitu selesai membaca surat tersebut, aku segera memandang dan menoleh ke arah temanku. Aku melihat air matanya kembali meleleh melalui kedua pipinya.
“Lalu apa yang terjadi setelah itu?” tanyaku kepadanya.
“Sungguh, tidaklah ketika aku selesai membaca surat tersebut melainkan semua anggota badanku merinding. Semuanya menggigil dan bergetar. Aku merasa bahwa dadaku ini seperti hendak terbelah dari hatiku karena rasa pedih dan ketakutan. Maka dengan segera aku mendatangi rumah wanita tersebut yang tidak lain adalah rumah yang engkau lihat sekarang ini. Aku melihat wanita itu berada di dalam kamar ini, di atas tempat tidur ini. Badannya terbujur kaku tidak bergerak. Sementara itu aku melihat putrinya berada di sampingnya tak henti-hentinya menangis kesedihan dan kepahitan. Seketika itu aku pingsan melihat ngerinya pemandangan yang aku lihat. Aku tak sadarkan diri. Seluruh kejahatanku masuk ke dalam baying-bayang dalam pingsanku. Seolah-olah semua kejahatan itu menjadi hewan buas yang mematikan. Ya, ia seperti singa-singa yang siap menerkam. Satu singa mencakarkan kuku-kukunya. Singa yang lainnya lagi menajamkan taringnya. Begitu aku sadar dari pingsan hingga aku berjanji kepada Allah untuk tidak meninggalkan kamar ini. kamar yang aku namai sebagai kamar kesedihan. Aku tidak akan meninggalkannya hingga aku merasakan hidup seperti hidup yang dirasakan wanita itu dan agar aku mati dengan kematiannya. Maka sekarang ini, pada hari ini, aku akan mati dengan penuh keridhaan dan kebahagiaan.
Begitu sampai pada kisah ini, lisan temanku langsung terbungkam, wajahnya menjadi muram. Ia pun terhempas ke dipannya. Nyawanya meregang sambil mengatakan, “Tolong engkau rawat putriku, wahai temanku!”
Setelah peristiwa itu, aku tinggal sejenak di rumah temanku untuk menunaikan kewajiban yang harus ditunaikan kepada seorang teman. Kemudian aku menulis surat yang aku tujukan kepada semua teman-teman dan orang-orang yang mengenalnya. Tidaklah terlihat sebuah hari yang lebih banyak tangisan dari para lelaki maupun wanita seperti hari itu.
Ketika kami melemparkan tanah di atas kuburnya
Kami semua takut, akan tetapi waktu apakah yang pantas untuk ditakuti       
Allah mengetahui bahwa aku menuliskan kisahnya. Aku tidak bisa menguasai dan mengendalikan diriku untuk tidak menangis dan meratap. Aku tidak akan melupakan pesan yang disampaikan oleh temanku itu, yaitu ketika ia menitipkan jiwa kehidupan. Ya, aku tidak akan melupakan ucapannya, “Tolong engkau rawat putriku, wahai temanku!”
Maka, wahai para lelaki yang memiliki hati kuat! Bersikap lembutlah kalian semua kepada para wanita yang memiliki jiwa lemah. Sesungguhnyan kalian semua tidak mengetahui hati apa yang kalian buat sedih dan air mata apa yang kalian tumpahkan, ketika kalian mengkhianati kehormatan dan kesucian mereka.

Diambil dari buku 100 Kisah Tragis Orang-Orang Zalim karya Hani Al Hajj
read more - KAMAR KESEDIHAN

Tuesday, October 14, 2014

TIPS SAAT TA'LIM


Bismillah,
Berawal dari pertanyaan yang sudah sangat lama dari salah seorang penanya pada tulisan yang berjudul Mewaspadai Para Da’iPenyesat Umat, saya putuskan untuk memposting jawaban saya di judul tersendiri. 
Pertanyaannya adalah: "Bismillah. Mau tanya/minta tips, bagaimana cara Anda mencatat faidah selama kajian? Apa mencatat faidah-faidahnya saja atau men'transkip' ucapan ustadz? Artinya hampir semua ucapan ustadz Anda catat semua termasuk tanya-jawabnya? Jazaakillahu khoyron bersedia berbagi tips belajar. "
Jawaban (yang telah dilengkapi): Sebenarnya ini bukan tips karena hal-hal berikut sudah sepantasnya harus dilakukan oleh siapapun ketika akan dan sedang ta’lim:
1. Bismillah, luruskan niat semata-mata mengharap wajah Allah dan untuk mengangkat kebodohan.
Rugi kalau berangkat ta’lim hanya untuk setor muka, tidak enak dengan ikhwah karena sering ditanya kenapa jarang berangkat, hanya untuk dianggap sebagai orang yang rajin ta’lim, hanya untuk kopdar dengan ikhwah atau ummahat/akhowat, ada urusan bisnis, atau mungkin cari muka di depan ustadz/ustadzah. Rugi kalau berangkat ta’lim karena khawatir jika tidak berangkat maka akan dicap ‘malas’ ta’lim, tidak semangat ngaji, atau berbagai tendensi duniawi lain. Wal iyadzubillah.
Buang jauh-jauh pikiran yang semacam itu, segera tepis dan kembalikan niat ikhlas karena Allah. Menuntut ilmu itu ibadah jadi hanya boleh diperuntukkan untuk Allah. Hati-hati terjatuh ke dalam kesyirikan jika kita memperuntukkan ibadah kita untuk selain Allah.
2. Siapkan kitab dan alat tulis (pena dan buku catatan)
Jangan sampai terlupa membawa karena kalau tidak, di sana nanti harus mencari pinjaman, ya kalau langsung dapat, kalau tidak? Bukan kita saja yang ribet tetapi orang lain juga bisa jadi merasa terganggu. Dan tentu saja hati kita menjadi tidak tenang seandainya tidak membawa pulpen atau alat tulis lain, perasaan kalang-kabut ketika ta’lim sudah dimulai sementara belum ada pulpen di genggaman. Padahal salah satu faktor agar ilmu masuk ke otak dengan mudah adalah pikiran dan jiwa yang tenang sehingga kita bisa fokus dan konsentrasi dengan baik.
3. On time

Usahakan berangkat awal sehingga bisa tiba di tempat ta’lim beberapa saat sebelum ta'lim dimulai, setidaknya tepat waktu. Jangan terlambat karena kalau terlambat rugi yang didapat, jadi ketinggalan beberapa faidah sehingga semangat untuk menyimak dan mencatatnya jadi berkurang. Apalagi kalau yang mengisi ustadz yang tipenya semua apa yang diucapkan adalah penting, jangan sampai terlambat. Dikira-kira seberapa jauh jarak antara tempat tinggal dengan tempat ta’lim, butuh berapa lama untuk menjangkaunya dengan mempertimbangkan hal lain seperti misalnya jika jalanan ramai, kondisi kendaraan tidak prima, dsb. Jika sampai terlambat, tentu hati kita pun tidak tenang, grusah-grusuh alih-alih bisa-bisa pikiran menjadi buyar, susah konsentrasi sehingga berdampak sulitnya memahami materi yang diajarkan.
4. Duduk di barisan depan

Setiba di tempat ta’lim segera ambil posisi strategis, berlomba-lomba duduk di barisan depan, duduk senyaman mungkin dengan tetap memperhatikan adab dalam majelis seperti tidak duduk selonjor, bersandar, atau memegang kedua lutut di depan dada. Duduklah bersila menghadap ustadz (bagi yang ikhwan) dan menghadap ke depan (bagi yang akhowat). Kalau menghadap ke kiri-kanan pasti nanti malah jadi ngobrol dengan teman sebelahnya. Keluarkan kitab dan letakkan alat tulis di dekat kita yang mudah dijangkau oleh tangan. Sesekali boleh mengubah posisi duduk jikalau sudah merasa tidak nyaman/kesemutan seperti duduk tawaruk. Namun, jika ta’lim belum dimulai bolehlah bertegur sapa dengan yang hadir di sana.
Tips khusus pada point ke-4: Usahakan jangan duduk di dekat ikhwah/ummahat yang membawa anak kecil/bayi/balita, hehe, karena dapat mengurangi konsentrasi, entah karena kita sendiri yang tergoda untuk menggoda anak kecil maupun mungkin anak kecil itu yang membuat keributan. Jika sebelah kita ada anak kecil, kita jadi tidak konsen mencatat ta’lim, yang ada kita malah mengajak main anak kecil itu atau bahkan menggendong bayinya atau mungkin tidak bisa mendengar suara ustadz dengan jelas jika anak kecil tersebut menangis atau gaduh. Duduklah di deretan para lajang/sebaya. Biasanya mereka sudah paham sendiri bahwa yang membawa anak duduknya di deretan belakang.
5. Fokus

Ketika ustadz sudah memulai kajiannya, hentikan pembicaraan,tutup mulut rapat-rapat dan buka telinga lebar-lebar, siapkan hati dan pikiran, siap mencatat segala apa yang diucapkan oleh ustadz. Bicara apabila memang perlu dan mendesak saja. Urusan lain masih bisa ditunda setelah ta'lim selesai.

Tips khusus point ke-5:
Untuk point ke-5 ini sebenarnya suka-suka Anda mau bagaimana, apakah mencatat point-point penting saja dengan kalimat sendiri/meringkas perkataan ustadz, faidahnya saja, ataukah mencatat seluruh perkataan ustadz kata perkata. Sebisa dan semampu Anda saja, tetapi kalau saya lebih senang mentranskrip ucapan ustadz kata perkata termasuk tanya jawabnya. 
Terlebih jika itu dauroh tematik, baiknya ya ditranskrip karena biasanya sudah terstruktur juga apa yang akan disampaikan oleh ustadz. Tetapi kalau ta'lim rutin, lihat-lihat siapa ustadznya. Kan ada ustadz yang tipenya santai yang tidak hanya sekedar menjelaskan matan kitab saja tapi juga menyelipkan hal-hal lain yang mungkin tidak terlalu penting (mungkin diselingi candaan), atau membahas masalah lain di luar pokok bahasan, atau pada bagian itu Anda merasa tidak perlu untuk mencatatnya karena pada pertemuan sebelumnya sudah disampaikan yang kemudian diulangi lagi, silakan mau dicatat atau tidak. Namun, apabila ustadznya tipenya semua apa yang diucapkan adalah penting yaitu menerjemahkan matan dan syarh kitab, menggunakan point-point kemudian masih memberikan penjelasan tambahan yang dikutip dari kitab lain atau perkataan ulama lain yang tidak ada di kitab yang sedang dibahas, maka sebisa mungkin dicatat semua. Dengan menulis lengkap ucapan ustadz apa adanya, akan memudahkan kita saat membaca ulang catatan kita, atau jika mungkin suatu saat buku catatan kita dipinjam oleh teman, dia tidak kesulitan untuk memahami faidah dari ustadz walaupun hanya dengan membaca apa yang kita tulis di buku catatan.

Dulu saya sendiri sering mengalami kesulitan jika menyimak sambil membawa kitab gundulnya karena jika membawa kitab, timbul 4 keinginan yaitu mendengarkan bacaan ustadz, memberi harakat, memberi arti jika ada kosa kata Arab baru pada kitabnya, dan mencatat penjelasan tambahan dari ustadz. Nah kalau begini kan jadi terhambat untuk mentranskrip seluruh ucapan ustadz. Ini bagi saya, lain halnya dengan yang sudah mahir bahasa Arab atau yang sudah terbiasa begitu. Ada dua hal yang tidak bisa dilakukan bersamaan yaitu menambahkan arti pada kata-kata baru dalam kitab dan mencatat penjelasan ustadz. Artinya jika dia memilih untuk menuliskan arti di kitab, maka ia akan terhambat dari mencatat penjelasan ustadz secara lengkap. Sebaliknya, jika dia memilih untuk mencatat seluruh perkataan ustadz, maka dia terhambat dari menuliskan terjemahan kata-kata baru pada kitabnya.
Namun seiring berjalannya waktu, belajar dari pengalaman maka cara berikut bisa dijadikan sebagai pilihan. Jadi, ketika mendengarkan ta’lim secara langsung cobalah konsentrasikan mendengarkan bacaan ustadz dengan melihat kitab sambil memberi harakat pada kata-kata baru kemudian segera mencatat penjelasan ustadz di buku catatan. Adapun menuliskan arti pada kitab bisa dilakukan ketika memuroja’ah/mengulang pelajaran ketika di rumah. Cara ini bisa meminimalkan terlewatnya faidah dari ustadz. Namun, perlu diingat bahwa hal ini hendaknya dilakukan pada hari yang sama karena jika ditunda-tunda, maka bisa jadi beberapa istilah sudah terlupakan artinya. Namun jika catatan kita lengkap, kita masih bisa mengira-ngira artinya dengan cara mencocokkan dengan catatan atau lebih selamatnya silakan membuka kamus bahasa Arab. Apabila kita memilki alat perekam, maka akan sangat membantu tetapi jangan sampai menjadikan kita terlena dan bersantai-santai dengan adanya alat perekam.

Allahu a'lam. Semoga Allah memberikan kemudahan bagi para penunutut 'ilmu syar'i.


read more - TIPS SAAT TA'LIM

Friday, August 8, 2014

DAURAH ILMIAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH “MIRATSUL ANBIYA” KE-10 1435 H/2014 M

Bismillah
Alhamdulillah, dengan pertolongan dan taufik dari Allah, insya Allah akan hadir kembali…


DAURAH ILMIAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH 

“MIRATSUL ANBIYA” Ke-10

1435 H/2014 M

dengan tema

“URGENSI ULAMA DI TENGAH UMAT KETIKA FITNAH MELANDA”

dengan pembicara:

Asy-Syaikh Khalid azh-Zhafiri (Kuwait)
Asy-Syaikh Badr bin Muqbil azh Zhafiri (Arab Saudi)
Asy-Syaikh Hani bin Buraik (Arab Saudi)

Asy-Syaikh ‘Ali bin Husain asy-Syarafi (Yaman)

Kajian umum insya Allah diselenggarakan di Masjid Agung Manunggal, Bantul pada Sabtu-Ahad, 13-14 Syawal 1435 H (9-10 Agustus 2014)
Daurah asatidzah di Ma’had al Anshar, Kamis-Sabtu, 11-20 Syawal 1435 H (7-16 Agustus 2014).
Kajian ini insya Allah bisa diikuti melalui:
Radio Rasyid (http://radiorasyid.com)
Radio Miratsul Anbiya Indonesia (http://miratsul-anbiya.net)
Radio Salafy.or.id (http://salafy.or.id)
Info Tambahan:
Insya Allah akan ada taushiyyah al-Walid al-’Allamah asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah
[ teleconference]
Keterangan : Asy-Syaikh Usamah bin Sa’ud al-’Amri hafizhahullah berhalangan hadir
♦ ♦ ♦

Ta’awun Dana untuk Daurah

bisa disalurkan melalui

Bank Mandiri. No rekening 9000002394642 a.n. LUWIH AGUS TRIYONO. Mandiri Kaliurang

BCA No. rekening 8610124705, a.n BUSONO SUPRAPTO. BCA KCP Kaliurang

Konfirmasi pengiriman dana ke no. 0858-6812-9542,  +62 823-2940-6754

Laporan dana yang sudah masuk akan di tampilkan Di salafy.or.id dan miratsul-anbiya.net



JADWAL DURUS

DAURAH MIRATSUL ANBIYA KE-10

11-20 Syawwal 1435 H / 7 – 16 Agustus 2014 M
= Khusus Asatidzah =

Waktu (WIB)     Materi                                          Pemateri
05.00—06.15      Al-Qaulus Sadid                           Asy-Syaikh Khalidz azh-Zhafiri
08.30—09.45      Matan Lum’atul I’tiqad           Asy-Syaikh Badr azh-Zhafiri
10.15—11.30        Nukhbatul Fikar                          Asy-Syaikh Ali Husain asy-Syarafi
15.45—17.00      Talkhish al-Qawaid                    Asy-Syaikh Hani bin Braik
                                  al-Khams al-Kubra
19.30—21.00      Nukhbatul Fikar                          Asy-Syaikh Ali Husain asy-Syarafi


PDF Materi Dauroh Miratsul Anbiya ke 10 dapat di download di http://miratsul-anbiya.net/


Sumber: miratsul-anbiya.net dan salafy.or.id
read more - DAURAH ILMIAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH “MIRATSUL ANBIYA” KE-10 1435 H/2014 M

Thursday, August 7, 2014

BANGKITLAH WAHAI JIWA


Bismillah
“Hari ini jualanku tak selaris kemarin.”
“Sudah jam segini tapi belum juga ada penumpang.”
“Ternyata dia bagaikan serigala berbulu domba, tega-teganya mengkhianati kepercayaanku.”
“Rezekiku bukan di sini, aku tidak lolos seleksi.”
“Qadarullah, mungkin belum jodoh.”
"Jika aku boleh memilih, aku lebih memilih untuk tidak pernah mengenalmu daripada harus melupakanmu."

Pernyataan di atas adalah sedikit ilustrasi dari kejadian-kejadian yang dialami manusia. Ya, siapa yang hidupnya lurus-lurus saja? Siapa yang jalan taqdirnya selalu mulus? Siapa yang tidak pernah sedih? Siapa yang tidak pernah gagal? Yang tidak pernah merasakan goncangan-goncangan dan kerikil-kerikil kehidupan, adakah? Jawabannya adalah tidak ada. Semua orang pasti pernah merasakan kegagalan atau paling tidak ia pernah merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan dalam hidupnya. Entah itu dalam perkara sepele ataupun perkara besar. Sebagaimana perasaan cinta yang hinggap dalam qalbu manusia. Tidak semua mulus jalannya, tidak semuanya sesuai harapan, tidak seluruhnya berakhir bahagia.

*******************************
Menghadapi kenyataan pahit, tentu perlu solusi untuk memaniskan kembali hembusan realita.
Sebagaimana pahit dan sakitnya hati, tentu perlu solusi untuk memaniskannya kembali.
Atau sebelum manis, jadikan ia tawar terlebih dahulu. (by someone)
*******************************

Wahai jiwa, tersenyumlah
Bangkitlah untuk hari esok
Masa depan menantimu
Tak usah menoleh ke belakang
Tak usah terlalu memikirkan yang sudah berlalu
Tidak ada manusia yang tidak punya masa lalu
Jadikanlah sebagai pelajaran
Tataplah ke depan
Teruslah melangkah ke depan
Jangan terbuai dengan masa lalu yang kelabu
Jangan berlarut-larut dalam angan-angan yang belum tentu bisa kau raih
Jangan tersibukkan dengan sesuatu yang belum tentu bisa kau gapai
Genggamlah apa yang ada di dekatmu
Jagalah apa yang telah menjadi milikmu
Namun, bukan berarti engkau sudah tidak punya harapan lagi
Harapan selalu ada
Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin jika ada ikhtiar dan doa
Ada Sang Pembolak-balik Hati di atas sana
Apabila Sang Pemilik Jiwa menghendaki terjadi maka terjadilah
Anggap penghalang-penghalang itu semua sebagai penghias hari-harimu
Anggap sebagai warna-warni kehidupanmu
Tetap berjuanglah untuk apa yang kau impikan dan cita-citakan
Tapi tetaplah realistis!
Semangat meraih cita-cita!
Semangat berjuang!


Dini hari, 9 Ramadhan 1435 H/ 7 Juli 2014
read more - BANGKITLAH WAHAI JIWA

Friday, August 1, 2014

ANY PROBLEMS? NO PROBLEM


Di dunia ini, adakah manusia yang tidak punya masalah? Manusia yang hidupnya biasa-biasa saja, hidupnya lurus, mulus, dan datar. Ibarat jalan tol yang pengendaranya bebas melaju kencang tanpa hambatan, tanpa ada kerikil dan lubang jalan, tanpa lampu merah, tanpa tikungan, dan tanpa ada kemacetan. Wuiiiih, mantap kan… indahnya hidup tanpa masalah. Nah lho, iyakah? Benarkah anggapan yang demikian?
Sejauh penglihatan saya, hidup tanpa masalah adalah sesuatu yang mustahil. Setiap manusia punya jalan hidup masing-masing dan setiap jalan yang dilalui pasti ada saja rintangannya. Rintangan tersebut pun bisa sama, bisa juga beda entah dalam hal jenis ataupun kuantitasnya. Kalaupun ada manusia yang tidak punya masalah itu hanya ada dalam cerita-cerita fiktif (eh tapi malah bermasalah terus kayaknya, ya karena memang diskenariokan penuh dengan masalah, hehe) atau pada hakikatnya dia punya masalah tetapi dia tidak menyadarinya atau tidak menganggap bahwa itu masalah, paham kan? Jika direnungkan pasti kita pernah sesekali mengalami hal-hal yang sulit/tidak mengenakkan -sesepele apapun itu- entah misalnya tersayat pisau, tidak sengaja memecahkan piring, kehujanan, kecipratan genangan air di jalan, kepleset, dikejar-kejar anjing, terlambat masuk sekolah/kerja, terlupa belum belajar padahal keesokan harinya ulangan, dimarahi kondektur bus karena ongkosnya kurang, kehilangan barang, tidak punya uang, dibicarakan yang tidak-tidak oleh teman, konflik dengan orang tua, dan seabreg ‘kemalangan’ yang lain. Atau hal-hal yang besar seperti misalnya dagangannya rugi, tidak laris, atau tidak lolos seleksi rekruitmen kerja. Jika dipikir-pikir kok ada saja kejadian-kejadian unik yang menimpa kita dan seolah-olah tidak ada habis-habisnya.
Namun dilihat dari sisi pandang yang berbeda, hidup tanpa masalah itu ibarat sayur tanpa garam. Bagaimana rasanya? Hambar alias tidak berasa, tidak enak. Ingat pelajaran Bahasa Indonesia yang membahas ungkapan? Pada kalimat ‘Ia telah banyak makan asam garam kehidupan’, maknanya adalah ia telah mengalami berbagai peristiwa dalam hidupnya, sudah banyak pengalaman hidupnya. Nah, secara logika tentunya semakin bertambah umur semakin banyak pula apa yang dialami oleh seseorang dan semakin banyak pula cerita dalam hidupnya. Dan apa yang dialami oleh seseorang itu tentu saja tidak selalu berupa kebahagiaan dan anugerah tetapi adakalanya berupa masalah. Ibarat roda, kadang di atas kadang pula di bawah silih berganti hingga roda itu berhenti berputar. Begitu pula roda kehidupan seseorang, ia akan mengalami masa-masa senang dan masa-masa sulit silih berganti hingga akhirnya sang pemilik jasad meninggal. Bahkan masalah tidak berhenti walaupun jasad telah masuk ke liang lahat. Orang mati pun masih diuji yaitu ia harus berhadapan dengan dua malaikat Allah dan harus siap menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh kedua malaikat Allah tersebut.
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.  Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan. (QS. Al Anbiya’: 35)

Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu. (QS. Muhammad: 31)

Karena kita sudah tahu bahwa kita hidup tidak mungkin tanpa masalah, maka perlu kita membekali diri dengan ilmu agar kita tidak salah langkah. Bagaimana seseorang bisa menyelesaikan masalah dengan baik jika ia tidak berbekal ilmu? Jika seseorang menyelesaikan masalah tanpa ilmu, mungkin memang satu masalah teratasi tapi timbul masalah baru yang tidak kalah pelik. Ini namanya keluar mulut buaya masuk mulut harimau. Inilah pentingnya berilmu sebelum berucap dan berbuat. Dengan ilmu, seseorang akan dapat mengatasi masalah hidupnya dengan pikiran dan hati yang jernih sehingga melahirkan solusi yang tepat. Ingatlah selalu janji Allah, 

 “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. Ath Thalaq: 2-3)

Orang yang berilmu, ia akan selalu berhusnuzhan terhadap apa saja yang menimpanya dan berusaha mensyukuri apa saja ketetapan dari Rabb-nya. Jika mendapat cobaan ia bersabar dan jika mendapat kenikmatan ia bersyukur. Ingat! Manusia ada tiga tingkatan dalam menghadapi takdir Allah, yaitu marah, sabar, dan syukur. Sabar itu wajib dalam setiap keadaan karena jika ia tidak sabar maka berarti ia marah, ia tidak ridha terhadap ketentuan Allah. Jadi minimalnya adalah kita bersabar sedangkan syukur merupakan derajat yang paling tinggi.
Masalah itu fitrahnya manusia. Setiap masalah pasti ada solusinya. Oleh karena itu, ayo bangkit! Jangan merasa sebagai orang yang paling menderita, tidak pernah bahagia, paling sengsara sedunia. Semua orang punya masalah masing-masing. Bahkan sebenarnya masalah itu tidak semata-mata berupa kesengsaraan melainkan kenikmatan pun bisa menjadi masalah apabila tidak digunakan sebagaimana seharusnya. Orang yang diberi kenikmatan-kenikmatan oleh Allah sementara ia tidak mengingat Allah bahkan bermaksiat kepada Allah tetapi Allah tetap memberi kenikmatan kepadanya bisa jadi  itu adalah sebagai bentuk istidraj Allah, ia dibiarkan bergelimang dalam harta, kedudukan, dan kenikmatan-kenikmatan dunia, dan tidak diberi peringatan sehingga ia terus larut dalam kemaksiatannya. Na’udzubillah min dzalik. Jangan terpuruk dengan ketetapan yang membuatmu sedih, gundah gulana, atau yang menurutmu buruk untukmu. Ingat, boleh jadi engkau membenci sesuatu padahal itu baik bagimu dan boleh jadi engkau mencintai sesuatu padahal itu buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui apa-apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Kalaupun engkau tidak mendapat kebahagiaan dunia maka carilah kebahagiaan akhirat. 
HAVE ANY PROBLEM? NO PROBLEM.
SEMANGAT KAWAN!

read more - ANY PROBLEMS? NO PROBLEM