Bismillah,
Beberapa solusi meredam kekejaman
penguasa yang disampaikan oleh Al Ustadz Afifuddin As Sidawy hafidzahullahu:
Mendoakan kebaikan untuk penguasa
Fudhail ibn ‘Iyadh
rahimahullahu berkata, “Seandainya aku mempunyai satu do’a yang mustajab, maka
aku akan peruntukkan bagi penguasa karena jika penguasa shalih, maka
rakyat aman.”
Mendoakan kebaikan
untuk penguasa merupakan ciri khas ahlussunnah dan sebaliknya
mendo’akan kejelekan untuk penguasa merupakan ciri khas ahlul
bid’ah.
Imam Al Barbahari
rahimahullahu berkata, “Jika engkau melihat ada orang yang mendo’akan kejelekan
bagi penguasanya, maka dia adalah shohibul hawa’ dan jika
mendo’akan keshalihan penguasa, maka dia adalah shohibus sunnah.”
Oleh karena itu,
mendo’akan kebaikan untuk penguasa merupakan:
Prinsip ahlussunnah
Ciri khas ahlussunnah
- Solusi meredam kekejaman penguasa
karena do’a adalah senjata kaum muslimin
Menasihati penguasa
Dari Syuraih bin
‘Abid radhiyallahu ta’ala’anhu berkata: Telah berkata ‘Iyadh
ibn Ghunum kepada Hasyim bin Hakim, “Pernahkah engkau mendengar
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
ingin menasihati penguasa, maka janganlah secara terang-terangan
tetapi diambil tangan penguasa tersebut kemudian diajak bersembunyi.
Jika penguasa menerimanya, maka jika ia menerima (nasihat) darinya
maka itulah yang diinginkan dan jika tidak, maka
telah gugur kewajibanmu.” (HR. Ahmad dan Ibn Abu ‘Ashim)
Berkata Hitsam:
Diriwayatkan Ahmad dengan semua perawinya tsiqoh tetapi aku tidak
pernah mendengar Syuraih mendengar dari ‘Iyadh ibn Ghunum dan
Hasyim bin Hakim walaupun beliau adalah tabi’in.
Berkata Syaikh Al
Albani rahimahullahu: Hadits shahih dikumpulkan semua jalannya dan memiliki penguat
secara mauquf dari ‘Abdillah ibn Abu Auf riwayat Ahmad dengan sanad
hasan.
Menasihati penguasa
merupakan jihad yang paling afdhal karena resikonya sangat besar.
Bisa jadi engkau dihukum, dipenjara, bahkan dibunuh jika penguasamu
sangat dzalim.
Usamah bin Zaid
radhiyallahu’anhuma ditanya, “Mengapa engkau tidak menemui Utsman bin ‘Affan lalu engkau menasihatinya?" maka
Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhuma berkata, “Sungguh aku telah menasihati Utsman bin
‘Affan antara aku dan dia dengan tanpa aku harus membuka suatu
perkara yang aku tidak suka menjadi pembuka yang pertama.” (Muttafaqun ‘alaih)
Penjelasan Imam
Nawawi rahimahullahu mengenai hadits tersebut, “Adab-adab terhadap penguasa yaitu
menasihati secara sembunyi-sembunyi, lemah-lembut terhadap penguasa,
dan menyampaikan keluhan-keluhan masyarakat kepadanya.”
Masing-masing individu bertaqwa
kepada Allah
Dari Abdullah ibn
Mubarok dst dari Bakr bin ‘Abdillah berkata, “Tatkala terjadi
fitnahnya Ibnul Asy’ad, sejumlah kaum muslimin mendatangi Thalhah
ibn Habib kemudian beliau berkata: “Kalau terjadi fitnah, maka
redam dengan taqwa.” Mereka bertanya lagi, “Apa yang dimaksud
dengan taqwa di sini?”, maka beliau menjawab: “Taqwa itu engkau
melaksanakan ketaatan kepada
Allah, engkau mengharap pahala Allah, dan engkau menjauhi kemaksiatan
di atas cahaya ilmu dan karena takut akan hukuman Allah.”
Meninggalkan tindakan yang
menyelisihi sunnah
Hukuman dari
menyelisihi sunnah adalah tertimpa fitnah yaitu bisa berupa
pembunuhan, gempa/bencana alam, atau dikuasakan atas mereka penguasa
dzalim yang memimpin mereka.
Jika ada perkara
yang dianggap sebagai kedzaliman penguasa tetapi disikapi dengan
tindakan menyelisihi sunnah, maka yang muncul adalah fitnah-fitnah
lain akibat perbuatan menyelisihi sunnah. Contoh: menolak kebijakan pemerintah dengan cara demonstrasi, berteriak-teriak di jalan dll akan menimbulkan madharat yang banyak antara lain kemacetan lalu lintas, rusaknya fasilitas umum, kerusuhan, bahkan jatuhnya korban (pen).
Ibnul Abi ‘Izzi
Al Hanafi rahimahullahu berkata, “Adapun prinsip menetapi ketaatan kepada
penguasa walaupun mereka dzalim sebab keluar dari ketaatan kepada
mereka menyebabkan mafsadat-mafsadat yang ditimbulkan melebihi
kedzaliman-kedzaliman yang ada pada penguasa. Bahkan bersabar
menghadapi kedzaliman penguasa adalah upaya menghapus dosa dan
mendapatkan pahala yang berlipat ganda.”
Beliau rahimahullahu juga
berkata, dalam menyikapi penguasa yang dzalim, hendaknya kita:
Hukuman tergantung
amalan, jika penguasa tersebut dzalim, maka bukan semata-mata dosanya
melainkan karena ulah kita. Rusaknya penguasa karena rusaknya amalan
rakyat. Jika masyarakat dzalim, maka akan diberi penguasa yang
dzalim, demikian juga sebaliknya jika masyarakat baik/shalih, maka
akan dikuasakan kepada mereka penguasa yang shalih.
Allah ta'ala berfirman:
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang dzalim berteman
dengan sesamanya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al
An’am: 129)
Dari Abdulah ibn
‘Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Barangsiapa membenci sesuatu dari penguasa,
hendaknya ia bersabar.” (HR. Bukhâry no. 7053, 7054, 7143 dan Muslim no. 1849)
Allohu a'lam
* Pembahasan Kitab Arba'una Haditsan fii Madzhabis Salaf pada hari Senin, 2 April 2012 di Masjid Al Anshar, Wonosalam, Ngaglik, Sleman