Dulu saya pikir enak ya jadi ikhwan, bisa talaqqi di hadapan para ulama, bermajelis langsung di depan asatidzah. Dulu saya pikir enak ya jadi ikhwan, bisa bepergian kemana saja sendirian. Dulu saya pikir enak ya jadi ikhwan salafi, ngaji tanpa pusing memikirkan penampilan karena penampilan nyunnahnya laki-laki itu tidak berbeda jauh dengan laki-laki yang ngaji di majelis lain semisal ikhwah kampus yang benar-benar mengamalkan sunnah, atau jama’ah-jama’ah lain yang juga benar-benar mengamalkan sunnah. Mereka sama-sama bercelana cingkrang atau tidak isbal (di atas mata kaki), berjenggot, dan memakai penutup kepala. Mungkin bedanya kalau ikhwah salafi lebih suka memakai gamis dipadu sarung atau sirwal, atau pakaian yang panjangnya sampai betis (jubah) kemudian memakai peci putih, sedangkan ikhwah lain mungkin lebih sering terlihat hanya memakai hem lengan pendek atau hem batik dipadu dengan celana, serta jarang yang memakai penutup kepala atau mungkin ada yang memakai kupluk (peci hitam). Tidak terlalu berbeda tetapi tetap masih dapat dibedakan.
Berbeda dengan akhowat salafiyyah, perbedaan mereka
dengan perempuan-perempuan lain sangat jauh dari segi penampilan. Mereka
memakai pakaian yang berwarna gelap, seringnya serba hitam, berkaos kaki,
bersarung tangan, dan bercadar (penutup wajah kecuali mata) bahkan berpurdah
(penutup kepala). Sementara wanita-wanita lain tidak perlu saya tuliskan di
sini sepertinya bagaimana-bagaimananya. Yang jelas, jauh sekali perbedaannya.
Hal ini membuat akhowat salafiyyah terlihat mencolok sekali. Hal ini pulalah
yang saya kira menjadi salah satu sebab tidak mudahnya seorang perempuan beralih
menjadi seorang perempuan salafiyyah entah karena faktor dari dirinya sendiri
yang masih belum siap ataukah karena faktor keluarga yang belum mengizinkan.
Namun, pada tulisan ini saya bukan bertujuan menyebutkan kelebihan menjadi
seorang laki-laki dibandingkan menjadi seorang perempuan melainkan saya akan
menyebutkan persamaannya, sedikit saja.
Ya, siapa bilang hanya kaum perempuan salafiyyah yang
mendapat pertentangan dari keluarga? Siapa bilang seorang ikhwan salafi tidak
ada yang mendapat pertetangan dalam keluarga? Pada tulisan sebelumnya saya
telah membuat tulisan yang berkaitan dengan akhowat salafiyyah. Nah, kali ini
saya akan menuliskan sedikit saja tentang ikhwah salafi. Bukan bermaksud sok
tahu walaupun ada unsur sok tahu juga, hehe, tetapi saya di sini hanya akan
menulis yang pernah saya dengar dari cerita orang, sedikit saja karena saya pun
tidak tahu banyak kehidupan mereka.
Bukan hanya akhowat yang punya kisah perjuangan,
melainkan ikhwah pun punya cerita tersendiri. Tidak sedikit yang harus
terseok-seok dalam bermetamorfosis walaupun tidak sebanyak akhowat. Saya tidak
bisa memberikan trik bagi seorang ikhwan karena laki-laki diciptakan memiliki
akal yang sempurna jadi tentunya akan lebih kreatif daripada perempuan.
Terlebih saya tidak tahu kehidupan ikhwah tetapi mungkin trik bagi akhowat yang
pernah saya tulis pada tulisan sebelumnya (TRIK) bisa diaplikasikan juga.
Perjuangan keras akhowat adalah pada saat metamorfosis
awal yaitu ketika ia sebagai perempuan biasa kemudian bertekad untuk menjadi lebih baik, menyempurnakan hijabnya. Sebagian
besar mereka akan banyak mendapat tekanan, halangan, dan berbagai rintangan baik
dari keluarga maupun dari lingkungan. Dan jalan keluar terakhir setelah segala
jurus ditempuh sebagaimana pernah saya katakan adalah dengan menikah. Orang tua
yang memiliki anak bercadar cenderung akan lebih senang jika anaknya tersebut
segera menikah, saya paham sekali hal ini. Oleh karena itu, konsekuensinya
adalah orang tua akan mendapat menantu seorang ikhwan salafi. Ini adalah titik
terang bagi seorang akhowat dan insyaa Allah mudah jalannya. Tentunya dengan
izin dan pertolongan dari Allah orang tua bisa dengan mudah menerima kondisi
calon menantunya tersebut karena yang benar-benar menerima keadaan anaknya yang
sekarang adalah ikhwah salafi.
Berbeda dengan ikhwah salafi, mereka sebagian besar
tidak mendapat pertentangan keras pada awal-awal ngaji (tanpa menafikan ikhwah
yang mendapat pertentangan sejak awal ngaji lho ya). Barulah ketika mereka
hendak menikah kemudian mengutarakan kriteria calon isteri yang diinginkan
kepada orang tua, orang tua baru paham majelis apa yang ternyata selama ini
diikuti oleh anaknya. Ketika calon isteri yang diinginkan adalah perempuan yang
telah berhijab syar’I, maka tanggapan orang tua pun beragam, ada yang
mendukung, ada yang menyerahkan pilihan kepada anaknya, ada yang menentang dan
tidak membolehkan, ada yang mencarikan calon menantu sesuai keinginan sendiri,
dsb. Jika engkau berada pada keadaan pertama atau kedua, maka bersyukurlah.
Namun jika engkau berada pada keadaan ketiga atau keempat, maka bersabarlah.
Mungkin di benak kalian ada yang heran kok saya (perempuan)
bisa tahu? Ya, saya mengetahuinya dari cerita orang-orang. Saya punya beberapa
kakak kelas SMA yang sejak SMA mereka termasuk ikhwah ngaji. Mereka yang
mengusahakan agar ada jadwal kajian rutin yang diisi oleh ustadz salafi di
masjid SMA. Penampilan mereka pun sudah nyunnah sejak dahulu walhamdulillah.
Namun, qoddarolloh selepas lulus dari SMA kemudian kuliah, saya dengar kabar
bahwa beberapa di antara mereka tidak seperti dulu lagi dan puncaknya adalah
mereka kemudian menikah dengan perempuan awam. Entah karena memang ada
pertentangan dari keluarganya atau karena telah futur, wal iyadzubillah, semoga
Allah membalikkan hati mereka kembali kepada al haq. Semoga Allah menjaga kita.
Ada pula ikhwan yang belum juga menikah dikarenakan orang tuanya tidak mau
kalau calon menantunya bercadar. Ada lagi ikhwan, masih muda, keluarganya
menerima jikalau nanti mendapat menantu bercadar. Namun, qoddarollah karena
sudah lama belum jua mendapatkan calon yang berhijab syar’i sedangkan mungkin godaan
syahwat semakin kuat karena ia pegawai kantor yang notabene terdapat unsur
ikhtilat di dalamnya sehingga mau tidak mau ia harus berinteraksi dengan
wanita, lantas ia berkata kepada wasilahnya, “Kalau tidak dapat akhowat salafi,
yang awam saja ndak apa-apa.” Hey! Engkau mau mempertaruhkan keselamatan
agamamu? Pernikahan itu bukan hanya sekedar untuk menjaga kemaluan! Mungkin ada
yang berpikir, “Nanti insyaaAllah dia mau kalau saya suruh ngaji, saya suruh
pakai cadar.” Oh ya? Yakin? Bagaimana jika malah engkau yang terbawa arus? Jujur
miris saya mengetahuinya walaupun penampilan lahiriyah bukan tolok ukur mutlak
ketaqwaan seseorang. Bersabarlah sedikit lagi yaa ikhwah…
Melihat banyak kasus yang terjadi, sepertinya tidak
mengapa saya sampaikan di sini. Saya hanya ingin sedikit memberi saran kepada
ikhwah salafi yang belum mendapat izin untuk menikahi seorang akhowat yang telah memakai hijab
sempurna ataupun ikhwah yang tengah mencari pasangan hidup yang demikian tetapi
belum jua mendapatkan. Untuk yang belum diizinkan karena orang tua belum siap
memiliki menantu bercadar, tetap bersabarlah, jangan putus asa, minta tolonglah
kepada Allah agar dimudahkan jalannya. Tetaplah berusaha agar mendapat restu
dari orang tua. Berusahalah untuk mendapatkan kedua-duanya yaitu keridhoan orang
tua dan isteri shalihah. Ini pun butuh proses, seberapa lama waktu yang
dibutuhkan tergantung dari karakteristik orang tua dan bagaimana cara yang
engkau upayakan. Jangan lantas menyerah kemudian memilih yang ala kadarnya. Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Ingat!
Isteri adalah madrasah pertama bagi anak-anakmu kelak. Jagalah anak
keturunanmu! Salah satu upaya menjaga keturunan sebelum mereka lahir adalah
dengan engkau mencari pasangan yang shalihah, wanita yang baik agamanya. Begitu pun kepada yang sedang mencari calon tetapi belum jua mendapatkan. Bersabarlah, yakinlah ada calon yang baik yang Allah siapkan untukmu dan ia sedang mempersiapkan diri agar pantas bersanding denganmu.
Bagi yang benar-benar menginginkan calon isteri dari
kalangan akhowat bercadar, pastikan engkau telah mengutarakan hal itu kepada
orang tuamu jauh-jauh hari sebelum engkau memutuskan untuk siap menikah. Hal
ini untuk mengantisipasi jika orang tuamu keberatan, maka engkau masih punya
waktu, kesempatan, dan harapan untuk mengubah pendirian orang tua. Tentunya
engkau lebih tahu bagaimana kondisi orang tuamu. Pikirkan baik-baik dan
rencanakan matang-matang setiap apa yang akan engkau lakukan. Semoga Allah
memudahkan urusanmu dan memberkahimu.
Allohu a’lam
No comments:
Post a Comment
Pastikan Anda menyertakan nama dan URL/username Anda agar tidak masuk spam.