Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahlan wa sahlan di dunia 'Baru Belajar'
love

Sunday, August 11, 2013

Trik Mencuri Hati Orang Tua (Untuk Para Akhowat yang Bertekad Akan Bercadar)



Bismillahirrahmanirrahim,
Banyak di antara para akhowat yang ia bagaikan bunglon. Kenapa saya mengatakan begitu? Bukan karena pakaiannya berubah warna sesuai warna tempat yang ia ada di atasnya, bukan pula berubah-ubahnya penampilannya menyesuaikan situasi lingkungan yang ia datangi semisal ketika di sekolah jilbabnya besar tetapi ketika di kampung tidak pakai jilbab. Bukan demikian, tidak seekstrem itu. Yang saya maksud bagai bunglon di sini adalah suatu saat ia memakai cadar namun pada saat lain ia melepasnya.
Saya contohkan di sini apa yang dialami akhowat kuliahan karena lingkungan kampus sangat dekat dengan saya. Ada seorang akhowat yang tinggal satu kota dengan kampusnya ketika di kampus ia memakai cadar tapi ketika pulang, sesampainya di gang menuju rumah ia terpaksa melepasnya. Ada pula yang karena masih lemahnya imannya ia belum berani memakainya ketika di kampus tetapi ketika berangkat ta’lim ia memakainya. Ada pula yang karena adanya larangan dari pihak kampus, sewaktu di kampus ia belum pakai cadar atau hanya memakai slayer yang ia buka sewaktu masuk kelas kemudian ketika keluar kemanapun itu ia memakai cadarnya (kecuali di lingkungan rumah). Ada juga akhowat bercadar yang kuliah di luar kota sehingga ia jarang pulang karena di rumah belum dibolehkan memakai cadar. Pokoknya serasa main kucing-kucingan, ngumpet-ngumpet sama orang tua. Seorang akhowat yang demikian memiliki alasan tersendiri yang mungkin berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Masing-masing punya pertimbangan yang semoga apapun itu bisa menjadi udzur baginya. Sejauh yang selama ini saya lihat, penyebab terbesar yang menjadi penghalang seorang akhowat terpaksa menjadi ibarat bunglon adalah karena pertimbangan keluarga. Keridhoan dari orang tua seakan menjadi barang yang sangat mahal. Ada yang sampai dibakar pakaian dan jilbab-jilbabnya oleh orang tua, ada yang tidak diperbolehkan keluar rumah, ada yang dimarahi habis-habisan, ada yang didiamkan tidak diajak bicara, dan berbagai kisah memilukan yang lain. Allahul musta'an.
Ada nasihat untukku dan untuk para akhowat semua, ‘Bertaqwalah kepada Allah semampumu dan minta ampunlah kepada-Nya’. Semoga apapun alasanmu itu bisa menjadi udzur bagimu di hadapan Allah. Namun harus benar-benar ada usaha keras darimu untuk selalu mendapat ridho dari orang tua. Jangan lantas menjadikan udzur tersebut sebagai kambing hitam tanpa ada usaha darimu untuk keluar darinya. Misalnya setiap kali ada yang bertanya, “Kalau di kampus sudah pakai belum? Kalau di rumah?”, lalu engkau jawab dengan tanpa dosa, “Belum soalnya gak boleh sama orang tua.” Boleh menjawab demikian jika memang itu penghalangnya tetapi harus benar-benar ada usaha darimu untuk keluar dari problem ini. Jangan engkau terlena, menyerah, dan pasrah terhadap keadaan karena syaithan akan terus mengganggumu dan membisikimu agar menghentikan usahamu, membuatmu merasa nyaman dengan keadaanmu sewaktu belum memakainya dan menakut-nakutimu dengan bayangan-bayangan buruk apabila engkau memakai cadar. Ketika engkau berusaha untuk menjalankan As Sunnah, maka tinggalkan semua yang membuat ragu, tinggalkan godaan syaithan yang membisikkan bahwa kamu belum mampu, jangan ikuti hawa nafsu, jangan timbang-timbang dengan perasaanmu. Sesungguhnya agama ini tidak dibangun oleh hawa nafsu (perasaan). Teruslah berdoa, minta pertolongan Allah. Adukan kesusahan dan kesedihanmu hanya kepada Allah. Namun, jika dirasa semakin berat dan engkau tidak tahan menghadapinya sendiri silakan engkau bercerita kepada orang yang engkau percaya, hendaknya kepada orang yang menurutmu bisa memberikan solusi. Atau jika engkau tidak mendapatinya, tidak mengapa bercerita kepada teman sekedar untuk tempat curhat.
Berikut ini sedikit trik-trik yang dapat dipraktikkan untuk mencuri hati orang tua :
1.       Tunjukkan akhlaq yang baik
Poin ini punya andil besar dalam meraih ridho orang tua. Tunjukkan perilaku yang baik selama engkau bersama orang tua di rumah. Terlebih bagi anak kuliahan yang kuliah di luar daerah. Gunakan kesempatanmu yang sedikit itu untuk mencuri hati orang tua. Ketika pulang ke rumah, cium tangan orang tuamu, cium pipi kanan dan kiri. Akan lebih berkesan lagi jika ditambah dengan pelukan hangat dan kecupan di kening. Mungkin awalnya aneh atau lucu tapi nanti lama-lama juga terbiasa. Berbicaralah kepada mereka dengan sopan dan lemah-lembut, rendahkan suaramu di hadapannya. Tunjukkan bahwa salafi itu anaknya baik-baik, nurut sama orang tua, tidak membangkang orang tua. Orang tua mana yang tidak suka dengan anak sholihah seperti ini?
2.       Jadilah anak yang rajin
Kerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang kamu bisa, misalnya menyapu lantai, mengepel, mencuci pakaian orang tuamu, memasak, mencuci piring, dan banyak lainnya. Kalau perlu sesekali engkau minta izin untuk tidur bersama mereka, atau dengan ibu saja. Pijit mereka, makan bareng, ajak sholat bareng. Mungkin apabila engkau dahulu tidak biasa melakukan hal yang demikian, maka orang tuamu akan terheran-heran dengan perubahan sikapmu. Namun, orang tua mana yang tidak suka dengan anak yang berubah lebih baik seperti ini?
3.       Hindari debat dengan orang tua
Banyak kasus-kasus yang para orang tua terlanjur illfeel dengan salafi gara-gara terburu-burunya seseorang yang baru ngaji dalam mendakwahkan kepada keluarganya. Biasanya ini dialami oleh akhowat/ikhwah yang baru awal-awal ngaji karena begitu bersemangatnya. Bersegera mendakwahkan keluarganya itu bagus asalkan berdakwah dengan lemah-lembut dan hikmah. Bukan ketika engkau melihat kemungkaran kemudian serampangan berkata, “Itu bid’ah, ini bid’ah, itu gak ada tuntunannya, ini gak boleh, haram hukumnya!”. Lihat-lihat sikon, siapa engkau, dan siapa yang engkau hadapi. Jika engkau tergesa-gesa dan salah langkah, bukan kesadaran yang didapat melainkan mereka akan lari dari dakwah al haq ini. Namun, jika memang mereka memancing perdebatan, maka jawablah dengan sopan, lemah-lembut, tidak terkesan menggurui, misalnya dengan mengatakan, “Setahu saya …, sepengetahuan saya yang sangat sedikit ini ..., yang saya tahu bahwa ….”. Yang jelas jangan engkau yang memulai beradu pendapat dengan orang tua.  
4.       Ceritakan yang baik-baik tentang salafy
Bukan yang saya maksud harus membaca siroh sampai tamat sehingga engkau bisa menceritakan sejarah salafy, melainkan engkau ceritakan kepada orang tuamu perihal ikhwah salafy, adab-adab mereka yang baik-baik, hafalan anak-anak kecil yang masya Allah, atau cerita tentang ummahat. Jika bisa, sesekali ajaklah akhowat atau ummahat ziarah ke rumah orang tuamu agar orang tua terbiasa dengan wanita bercadar. Namun, trik ini bisa membuahkan keberhasilan tetapi ada juga yang malah semakin ditentang. Semua itu dipengaruhi karakter orang tua dan kesiapan mereka. Ada tipe orang tua yang keras dan belum siapnya mereka menerima tamu yang semacam itu, malu dilihat tetangga sehingga menjadikan mereka semakin menentang pendirian anaknya. Pada dasarnya trik mana yang sesuai untuk engkau jalankan itu engkau sendiri yang lebih bisa menentukan.
5.       Tentukan rencana masa depanmu dari sekarang
Sebagian akhowat yang sudah terlanjur kuliah karena tuntutan orang tua atau yang baru mengenal dakwah al haq (salafy) ketika kuliah, mau keluar tetapi takut dimarahi atau dengan pertimbangan jika ia keluar nanti di rumah malah tidak bisa bercadar dan ngaji, bagaimanapun keadaannya teruslah minta ampun kepada Allah atas maksiat yang dilakukan. Selanjutnya, selama kuliah itu pastikan engkau  bersemangat menghadiri majelis ilmu, hadiri ta’lim dan dauroh ahlussunnah yang diadakan di wilayah sekitar kampusmu, mumpung engkau masih di sana. Berkumpullah dengan para akhowat yang lain untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan taqwa karena syaithan lebih suka dan lebih mudah mengganggu orang yang sendirian. Urusan kampus segeralah dituntaskan karena semakin cepat engkau selesai maka semakin baik, insyaa Allah demikian, walaupun mungkin ada sebagian yang memilih berlama-lama di daerah safarnya karena dengan begitu ia bisa ngaji, wallahu a’lam kondisi orang berbeda-beda. Nah, sebelum engkau lulus pikirkan dari sekarang apa yang akan engkau lakukan setelahnya, apakah mencari pekerjaan yang syar’i, ke pondok untuk belajar atau ta’awun, atau kembali ke kampung halaman, atau menikah. Ini semua harus direncanakan matang-matang. Jalin persahabatan dengan  para akhowat dan ummahat. Sering-seringlah main ke pondok.
Untuk yang masih bersemangat menutut ilmu, saya sarankan untuk ke pondok setelah lulus kuliah. Sebelum lulus rajin-rajinlah ke pondok, cari tahu informasinya dari sekarang. Tentukan mau belajar atau bantu-bantu. Jika tujuannya belajar (menjadi santriwati) tentunya engkau mencari pondok yang membuka pendaftaran tarbiyatun nisa' sedangkan jika tujuan ke pondok untuk bantu-bantu (ta'awun) maka pondok manapun insyaa Allah membutuhkan. Biasanya akhowat kuliahan diposisikan sebagai tenaga pengajar pelajaran umum atau mustami’ah hafalan anak-anak, atau posisi lain sesuai dengan kemampuannya, sekaligus di sana bisa ikut dars malam hari atau pada hari-hari tertentu yang kita dibolehkan ikut dars di kelas. Hampir semua orang tua menuntut anaknya yang sudah kuliah untuk bekerja. Nah, dengan rencanamu yang sudah matang tersebut engkau bisa mengutarakan kepada orang tua secepatnya, terlebih jika pihak ma’had sudah memanggilmu, mau tidak mau orang tua akan mengizinkan engkau pergi, hehe. Demikian pula yang merencanakan hal lain, maka segeralah pikirkan hal tersebut sebelum lulus agar engkau tidak luntang-luntung di rumah. Sebenarnya ini seperti lari dari masalah, tapi setidaknya walaupun belum mendapat ridho tetapi itu bisa meminimalkan madharat insyaa Allah dengan kita jarang di rumah.

   Kelima trik di atas bisa berhasil apabila keluarganya biidznillah mudah untuk menerima. Bagi yang belum berhasil, coba baca dua trik di bawah ini.
6.       Terkadang nekat itu perlu
Bagi akhowat yang sudah sekian tahun lamanya berjuang tetapi belum membuahkan hasil berupa keridhoan orang tua dan untuk akhowat yang berpikir, “Harus sampai kapan begini terus. Kalau bukan sekarang kapan lagi toh pada akhirnya aku akan memakainya juga”, trik ini tidak ada salahnya untuk dicoba. Namun, ini hanya boleh dipraktikkan oleh akhowat yang benar-benar tegar dan tahan banting. Ia harus memegang erat pendiriannya dan harus siap dengan segala konsekuensi dari pilihannya tersebut.
Lantas nekat yang bagaimana yang dimaksud? Saya contohkan begini: Misalnya engkau adalah seorang akhowat yang kuliah di luar kota sehingga mengharuskan safar dan ngekost, jarang pulang, tinggal jauh dari orang tua. Dengan demikian, orang tua tidak tahu apa saja yang dilakukan olehmu termasuk dalam hal penampilan. Apabila setelah mengenal salaf engkau memutuskan untuk bercadar tetapi ditentang orang tua, sebenarnya itu wajar terjadi pada keluarga yang masih awwam. Sejak engkau memutuskan untuk memilih mengikuti sunnah pasti akan banyak konflik dari keluarga yang belum paham. Namun, tidak masalah engkau bercadar di sana karena orang tuamu pun tidak tahu jika tidak ada yang bercerita, kecuali jika engkau ngekost bareng saudaramu, maka engkau harus bersabar atau pintar-pintarnya kongkalikong dengan saudaramu itu. Hitungan dua tiga tahun belum tentu cukup untuk merubah pendirian mereka tergantung bagaimana cara kita mendekati mereka dan karakter mereka sendiri seperti apa.
Dari beberapa kasus yang saya temui, terkadang orang tua yang masih awwam malah mudah untuk menerima kebenaran sedangkan orang tua yang paham agama misalnya ia seorang guru agama atau tokoh masyarakat ia sulit sekali untuk menerima karena pertimbangan buruknya pandangan warga terhadapnya, malu dengan kolega-koleganya, dan sebagainya. Namun, orang tua yang punya pengaruh dalam masyarakat ini jika kita sudah berhasil mengambil hatinya, maka semua akan terasa mudah. Orang lain tidak akan berani mengusik kita bahkan mungkin orang-orang menjadi terbuka matanya dan tertarik dengan apa yang kita amalkan.
     Kembali ke pembahasan trik nekat ini. Jika engkau sudah paham syariat kemudian engkau telah bercadar di daerah safarmu, maka cobalah engkau pulang memakai jilbab yang engkau pakai ke majelis, mungkin awal pertama kali pilih warna selain hitam  agar orang tua tidak begitu shock tetapi tetap harus warna-warna gelap, hanya saja cadarnya engkau ganti dengan slayer yang engkau buka ketika sudah sampai di depan rumah. Setiap engkau pulang panjangkan jilbabmu secara periodik dan coba dengan warna hitam. Pelan tapi pasti. Amati sikap orang tua adakah pertentangan atau tidak. Lanjutkan terus hingga engkau nyaman dengan panjang jilbabmu yang sekarang. Puncaknya adalah engkau merayu dengan kalimat yang halus agar diperbolehkan memakai cadar atau engkau berkata jujur bahwa selama ini di daerah safar telah memakai cadar. Namun, jika engkau sudah sekian tahun meminta izin untuk memakai cadar tetapi belum juga diizinkan, maka cobalah nekat pulang memakai cadar. Engkau akan beruntung jika di jalan bertemu dengan tetanggamu atau kebetulan di rumahmu sedang ada tetanggamu yang main atau kebetulan ada kerabat laki-laki yang bukan mahram sedang di rumahmu. Jangan kau lepas cadar itu ketika di rumah. Dengan begitu, karena sudah ada warga yang tahu maka mau tidak mau orang tua pasti tidak enak melarangmu memakai cadar lagi. Apa kata tetangga nanti, mungkin begitu pikiran orang tua.
Namun bagi yang qoddarolloh orang tuamu masih juga melarang, bahkan karena itu engkau tidak dibolehkan keluar rumah, maka cari kesempatan ketika mereka sedang tidak ada di rumah. Ketika engkau mendapati mereka pergi, itulah kesempatanmu. Coba engkau keluar rumah misalnya menyapu halaman, membersihkan pekarangan, mengantar belanja saudaramu, atau aktivitas di luar lainnya, tentu dalam keadaan engkau memakai cadar. Sapa tetangga yang lewat di depan rumahmu. Dengan begitu pikiran buruk orang-orang terhadap perempuan bercadar insya Allah akan luntur. Masyarakat tidak akan berbicara buruk perihal engkau malah mungkin akan membicarakan kebaikan-kebaikanmu.
Nanti jika Allah menghendaki orang tuamu mengetahui hal ini dari tetanggamu, engkau harus siap dengan segala konsekuensi yang akan terjadi. Serahkan semua kepada Sang Pengatur, minta pertolongan kepada Allah agar dimudahkan urusanmu. Berdoalah semoga Allah meluluhkan hati orang tuamu. Tetap tunjukkan akhlaq yang baik. Insyaa Allah ini tidak sengeri yang engkau bayangkan. Tidak perlu dipikir berat-berat apabila terdengar cibiran dari masyarakat tentangmu.  Apapun musibah yang Allah timpakan kepadamu itu tidak seberapa dibandingkan nikmatnya engkau berada di atas hidayah, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keselamatan agamamu. Berdo’alah semoga Allah memberikan kemudahan bagi kita untuk mengerjakan amal shalih. Sesungguh-Nya Allah Maha Mengabulkan do’a hamba-Nya. Nanti bisa jadi engkau akan berkata di dalam hati, “Mengapa tidak dari dulu saja aku pakai di sini,” (hehe). 
Luruskan niat semata-mata hanya mengharap wajah Allah. Seseorang akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Dalam hal ini saya tidak bermaksud mengajarkan seorang anak membangkang pada orang tua. Seorang anak yang berkeyakinan bahwa menutup wajah wajib bagi wanita sehingga ia tetap bersikukuh pada pendiriannya untuk memakai cadar walaupun dilarang oleh orang tuanya insyaa Allah ia tidak berdosa karena tidak ada ketaatan pada makhluq dalam bermaksiat kepada Allah. Namun saya ingatkan lagi, engkau lebih tahu kadar dirimu. Engkau pun lebih tahu kondisi orang tuamu dan lingkungan desamu. Pikirkan matang-matang setiap gerak-gerikmu. Keberhasilanmu tergantung pada usahamu dan semata-mata atas pertolongan Allah. Semoga ini bisa menjadi penyemangat bagi kalian ya akhowati fillah.
7.       Segeralah menikah
Ini merupakan jalan keluar terakhir dan jurus pamungkas bagi seorang akhowat yang berada dalam kondisi tidak nyaman seperti ini. Biasanya orang tua yang awam khawatir jika memiliki anak yang bercadar tapi masih gadis karena mereka tidak tahu atau tidak punya kenalan ikhwah salafy sehingga bingung nanti anaknya menikah dengan siapa, ada yang mau atau tidak, hehe. Bukan berarti dengan menikah maka masalah akan selesai, tidak. Akan tetapi, insya Allah orang tua tidak lagi mengusik pendirianmu karena sudah ada imam yang engkau harus taat kepadanya, kalau pun masih ya setidaknya berkurang. Apalagi jika suamimu merupakan orang yang supel, mudah bergaul, tutur katanya sopan, maka dia bisa mendukungmu untuk meraih ridho orang tua. Berdasarkan cerita para ummahat orang tua akan lebih luluh hatinya jika nanti engkau mendapatkan buah hati. Ada baiknya engkau tinggal terpisah dengan orang tua jika sudah ada saudara lain yang mengurus orang tuamu.
Maka segera menikahlah untuk menyelamatkan agamamu. Namun, sekali lagi saya tekankan ini solusi terakhir apabila segala jurus rayu-merayu orang tua belum juga membuahkan hasil. Jika engkau bisa berhijab sebelum menikah, itu masyaAllah. Jadi suamimu tidak akan dituduh atau disalahkan misalnya jika ada yang bertanya, “Si A sekarang bercadar ya?”, kemudian ada yang menjawab, “Iya, soalnya dia menikah sama laki-laki jenggotan, celananya cingkrang.” Kesannya engkau bercadar karena disuruh oleh suamimu. Namun, sekali lagi masing-masing lebih tahu kadar dirinya. Bertaqwalah semampumu. Jika memang baru bisa memakai cadar setelah menikah, maka apa peduli kata orang. Yang lebih tahu tentangmu adalah Allah dan engkau sendiri. Ketika sudah menikah, tetap jaga tali silaturahim, sesekali berkunjunglah ke rumah kerabat-kerabat dekat untuk bertegur sapa. Hapus image bahwa salafy tidak mau berbaur dengan sanak saudara. Selama tidak ada pelanggaran syariat (maksudnya tidak ada ikhtilat, usahakan yang wanita menemui wanita dan yang pria menemui pria saja), maka tidak mengapa.
Wallahu a’lam, semoga trik di atas bisa menjadi motivasi bagi akhowat pejuang hijab syar’i. Jika engkau sudah berhasil menyempurnakan hijabmu, bertekadlah dengan azzam yang kuat bahwa jangan sekali-kali engkau membukanya ketika di depan ajnabi (laki-laki bukan mahram).  Pertahankan apa yang sudah susah payah engkau perjuangkan itu. Luruskan niat semata-mata untuk mengharap wajah Allah dan berdoalah kepada Allah agar senantiasa diistiqomahkan hingga nyawa sampai di kerongkongan.

3 comments:

  1. aku ga boleh pake jilbab sama orang tua, sampe disuruh keluar dari kampus gaboleh kuliah, malahan besok mau kuliah harus sampe di ikutin sampe kampus untuk memastikan bahwa aku pakai jilbab atau tidak. sedih rasa nya sakit hati. serasa ga ada yang mengerti. harus bagai mana?:(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbak Seilla, banyak akhowat malah seneng lho kalau gak boleh kuliah, hehe, malah bbrp nyari cara agar bisa keluar dari kuliahnhya soalnya kuliah di negara kita jadi byk maksiatnya, campur baur antara laki-laki dan perempuan, dll. Kalau bkn krn tuntutan org tua mungkin sdh pd keluar. Nah, bersyukurlah dg keadaan mb, coba ancaman org tua mb dijawab, "Baik, aku keluar kuliah tapi bolehkan aku untuk berjilbab." hehe,,,Lihat bgmn reaksinya, mb jg yg sabar, ikhtiar dan jgn lupa berdoa minta pertolongan Allah. Insya Allah akan datang pertolongan Allah bagi orang2 yang bertaqwa dan menolong agama Allah. Tapi kalau mb lebih memilih kuliah, hmm ....Allohu a'lam, baarokallohufiik

      Delete
  2. Assalamu'alaikum wr wb...
    Terimakasih banyak ukh atas bacaannya, sangat bermanfa'at, sangat berisi dan sangat sesuai dg keadaan ana yang sekarang. Sedih juga bila dianggapp sesat hanya karna ana cadar yang ana kenakan, terlebih lagi dengan orangtua. Namun, mudah2an, trik itu bisa ana praktikkan dan bisa meluluhkan hati orangtua ana dalam menegakkan printah Allah.

    Salam kenal ukhty...
    Zahraton Nawra

    ReplyDelete

Pastikan Anda menyertakan nama dan URL/username Anda agar tidak masuk spam.