Bismillah,
"Apa tujuan Allah menciptakan manusia?”
Seorang
anak perempuan kelas 3 (Aisyah, 8 tahun) mengacungkan tangan kemudian menjawab,
“Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya
dengan suatu apapun.”
“Apa
dalilnya?”
Anak yang
sama (Aisyah) menjawab: (melafadzkan QS Adz Dzaariyat: 56)
Begitu
pula ketika diajukan pertanyaan yang lain antara lain: dalil kewajiban manusia
di bumi, dalil tauhid rububiyah Allah, adab dalam majelis, adab makan, adab
tidur, pembatal-pembatal wudhu, pembatal shalat, dll. Aisyah dan teman-temannya
(Icha, Zalfa, Sabila, Nasmah, Asma’, Rahil, Hasanah, Zahroh, dll) bisa
menjawabnya walaupun dengan agak malu-malu.
Pada
hari yang lain ketika tengah mengerjakan soal-soal di kelas, salah satu di
antara mereka berkata, “Minta tolong saja ke .... (qaddarallah, saya tidak
begitu jelas menangkap apa yang dikatakan), tetapi kemudian anak satunya
menimpali, “Gak boleh, itu kan syirik kepada Allah.” Masyaa Allah, anak sekecil
itu saja tahu kalau meminta pertolongan, maka mintalah kepada Allah.
Jika
diperhatikan lebih jauh, sungguh begitu baik akhlaq mereka. Seorang anak
perempuan kelas TA banat (berumur sekitar 4-5 tahun) menuangkan air
minum dari dispenser kemudian tidak lupa untuk terlebih dahulu duduk sebelum
meminumnya. Padahal tidak jarang bahkan banyak kaum dewasa di sekeliling kita
(atau mungkin kita sendiri?) yang minum atau makan sambil berdiri bahkan
mungkin sambil berjalan. Bahkan berbagai acara ada yang sengaja didesain dalam
bentuk standing party sehingga tamu yang hadir makan dan minum dalam
posisi berdiri. Allahul musta’an.
Ada
yang patut direnungkan lagi bahwa ketika anak-anak putri itu (banat)
berada dalam keadaan tidak berjilbab (saat mereka sudah gerah di dalam kelas
lalu keluar ke aula), jika kemudian ada anak-anak putra (banin) yang
lewat (karena TA banin masih dipegang pengajar putri), mereka pasti akan teriak, “Awas, ada banin!” (kemudian segera
mengenakan jilbabnya lagi, atau masuk ke dalam kelas dan mengunci pintu).
Padahal banin tersebut masih berumur 4-5 tahun (‘Abid, Muhammad, Ghotfan,
Zulfikar, Yahya, Ahmad, dan siswa kelas TA banin yang lain), he. Nah,
anak sekecil itu saja sudah punya rasa malu dan tahu kewajiban menutup aurat di
hadapan yang bukan mahram sedangkan kaum wanita sekarang ini banyak yang
mengumbar auratnya entah karena belum sampai padanya ‘ilmu atau acuh terhadap
syariat agama ini. Wal iyya dzubillah.
Bukan
itu saja, mereka (banat) yang berumur 7-8 tahun-an sudah hafal 3 juz
(juz 28-30) sedangkan untuk banin dengan umur yang sama sudah harus
menghafalkan juz 26-30. Ketika menyimak mereka setoran hafalan, masyaa Allah,
menambah semangat. Jangan mau kalah dengan anak kecil (he, maksudnya tidak ada
kata terlambat bagi yang sudah dewasa/pemuda untuk mulai menambah hafalan Al
Qur’an mulai dari sekarang, begitu pun bagi orang tua. Umur bukanlah alasan
untuk bermalas-malasan mempelajari Al Qur’an atau menghafalnya.)
Walaupun
terkadang di antara mereka (anak-anak itu) ada yang bandel jika disuruh tidur
siang, tidak mau makan, dan hampir setiap hari ada saja yang menangis dengan
berbagai sebab, misalnya berebut mainan, tidak akur dengan temannya, dsb,
tetapi namanya juga anak kecil, he.
Begitulah
sedikit gambaran anak-anak yang dididik di bawah naungan sunnah, anak-anak Ibnu Taimiyyah, Sedan, Yogyakarta. Alangkah
bahagianya mempunyai anak-anak shalih dan shalihah. Pendidikan anak dimulai
dari dalam setiap rumah dan secara khusus merupakan kewajiban kedua orang tua.
Orang tua adalah madrasah pertama yang akan menentukan baik-buruknya sang anak,
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari no 4775 dan Muslim no 2658,
dan yang selain keduanya)
Oleh
karena itu, wajib bagi kedua orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan
pendidikan Islami dan mengajarkan tentang perkara agama.
Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At Tahriim: 6)
Ajarkanlah anakmu aqidah yang benar, yang bersih dari bid’ah dan khurafat.
Ajarkanlah anakmu tentang iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir yang baik ataupun yang
buruk. Ajarkanlah Al Qur’an dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
ajarkanlah shalat ketika mereka berumur 7 tahun, ajarkan kepada mereka akhlaq
yang baik, bimbinglah anak-anakmu kepada ‘ilmu syar’i yang merupakan
seutama-utama perkara yang dapat membantumu untuk mendidiknya dengan tarbiyah
islmiyah yang shahih.1
Seorang
anak kecil akan lebih mudah menangkap pelajaran yang diberikan, lebih mudah
menghafalkan, dan daya serapnya tinggi. Oleh karena itu, pendidikan anak perlu
diberikan semenjak dini untuk membentuk pribadi anak yang baik. Ajarkan akhlaq
yang mulia kepada anak, lebih utama adalah dengan memberikan teladan di hadapan
mereka karena anak suka meniru perilaku orang atau hal-hal di sekitarnya.
Jika
kedua orang tua tidak memiliki kemampuan untuk memberikan pendidikan secara
intensif kepada anak-anaknya, maka bisa dengan menitipkan ke pengajar khusus
misalnya di ma’had atau sekolah islam. Namun, tidak serta-merta berlepas diri
dengan pendidikan anak di dalam rumah karena anak merupakan tanggung jawab
orang tua. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap kalian
adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
(Muttafaqun ‘alaih)
Alangkah
bahagianya orang yang meninggalkan anak yang shalih karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bila anak Adam telah meninggal
dunia, terputuslah amalannya kecuali salah satu dari tiga perkara: sedekah
jariyah, ‘ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendo’akan kedua orang
tuanya.” (HR. Muslim no 1631, shahih)
Oleh karena itu, wahai calon orang tua atau calon pengajar/pendidik, perbaikilah
dirimu dahulu sebelum segala sesuatu, kebaikan di sisi anak-anakmu adalah apa
yang engkau perbuat, dan kejelekan di sisi anak-anakmu adalah apa yang engkau
tinggalkan. Baiknya perangai seorang pendidik dan orang tua di hadapan
anak-anak merupakan pendidikan yang paling utama bagi mereka.2
1 dikutip dari buku Hukum
Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci, penulis Salim bin Ali bin
Rasyid Asy Syubli Abu Zur’ah dan Muhammad bin Khalifah bin Muhammad Ar Rabah
Abu Abdirrahman
2 dikutip dari buku
Mendidik Buah Hati Menuju Generasi Robbani, penulis Syaikh Muhammad bin
Jamil Zainu
No comments:
Post a Comment
Pastikan Anda menyertakan nama dan URL/username Anda agar tidak masuk spam.