Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahlan wa sahlan di dunia 'Baru Belajar'
love

Saturday, October 22, 2011

Penjelasan Ayat ‘Laa ikrooha fiddiin’

Bismillah

Al Qur’an merupakan petunjuk hidup manusia, kemurniannya akan tetap terjaga hingga hari kiamat nanti. Dapat membaca dan memahami Al Qur’an dalam bahasanya yang asli (bahasa Arab) merupakan keinginan bagi tiap-tiap muslim. Namun, tidak semua orang mempunyai kemampuan dan kesempatan yang sama sehingga keinginan tersebut tidak dapat dicapai oleh setiap umat muslim. Ayat-ayat dalam Al Qur’an ada yang bersifat muhkamaat (terang dan jelas artinya) dan ada pula yang mutasyaabihaat (kurang terang dan kurang jelas artinya). Oleh karena itu, dalam menafsirkan ayat dalam Al Qur’an, haruslah berpedoman pada pemahaman salafus shalih, tidak boleh serampangan menta’wilkan sesuai akal dan nafsu kita. Sebagai contoh yaitu ayat ke-256 dalam Surat Al Baqarah berikut ini.                                           
256. Tidak ada paksaan dalam agama... (QS. Al Baqarah: 256)
Berkata Syaikh Fauzan: “Bukan berarti kaum kafir dibiarkan begitu saja dan tidak diperangi. Merupakan bentuk kedustaan kepada Allah jika mereka beranggapan manusia bebas beraqidah.” 

Berikut ini merupakan pendapat ulama ahlu tafsir mengenai ayat tersebut:
  1. Ayat tersebut turun dan konteksnya dipahami pada awal-awal Islam turun, yaitu pada saat di Mekah, manusia tidak dipaksa untuk masuk Islam. Setelah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk hijrah ke Habasyah, Madinah barulah ada paksaan untuk masuk Islam dan memerangi kaum kafir.
  2. Sebagian ahlu tafsir mengatakan bahwa ayat tersebut untuk kaum Yahudi dan Nashrani, yaitu tidak ada paksaan dengan catatan harus membayar upeti (jizyah) yang dipungut oleh pemerintah Islam dan mereka harus tunduk pada hukum Islam. Namun, tetap didakwahi walaupun tidak dipaksa.
  3. Ayat tersebut khusus untuk kaum Yahudi dan Nashrani. Sebagian mereka ada yang masuk Islam tetapi mereka menghalangi keturunan-keturunannya untuk masuk Islam karena ada paksaan (mereka beralasan bahwa mereka dahulu dipaksa untuk masuk Islam. pen) sehingga turunlah ayat tersebut.

Pemikiran bahwa bebas dalam beragama dengan berdalil dengan ayat tersebut adalah salah dan bathil. Penjelasan “tidak ada paksaan dalam agama”  harus dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain.
56. dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Adz Dzaariyat: 56)
Dalam QS. Adz Dzaariyat: 56 terdapat hikmah peciptaan jin dan manusia yaitu untuk beribadah hanya kepada Allah. Untuk menjelaskan hikmah tersebut, Allah mengutus Rasul dan Nabi untuk menyeru umat manusia kepada Allah, juga Allah menurunkan kitab-kitab. Allah tidak memerintahkan sesuatu, melarang sesuatu, dan menurunkan syariat kecuali padanya ada hikmah, maslahah, kebaikan, dan tujuan. [1]

Coba kita simak kelanjutan dari ayat dalam QS Al Baqarah: 256.
256. tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[2] dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah: 256)

3. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. (QS. Al Maidah: 3)

2. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. (QS. Ali Imran: 2)

36. sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. (QS. An Nisa’: 36)
Kesimpulan:
Kebebasan beragama dan kebebasan berpendapat adalah bathil dan tidak ada dalilnya sama sekali. Jika dipelajari secara seksama, seluruh ayat-ayat Al Qur’an mengandung maksud dorongan untuk masuk kepada agama Islam.
Syaikh Fauzan mengatakan bahwa penjelasan tersebut adalah ahwal mufassirun, walaupun tidak ada rujukan tetapi boleh menyimpulkan dari penjelasan para ulama.
Bertanyalah kepada ahlu dzikr dalam hal-hal yang tidak kamu ketahui. Seseorang walaupun berada di bawah bimbingan ulama, bisa jadi ia secara personal terjatuh dalam kesalahan, apalagi yang tidak terbimbing? Hanya saja kesalahan orang yang berada di bawah bimbingan ulama bisa langsung diketahui oleh para ulama sehingga masih bisa dicegah atau belum terlaksana. 
“Belajarlah dengan giat sebelum disibukkan dengan urusan cabang-cabang”
"Alhamdulillah 'alaa nikmatil islam wa sunnah"
Allohu a’lam

[1] faidah dari Al Ustadz Abdulhaq hafidzahullah, Ahad 12 Desember 2010 di Masjid Alhasanah, Terban, Yogyakarta.
[2] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah subhanahu wata'ala.

Sumber: Petikan ta’lim bersama Al Ustadz Syafruddin hafidzahullah pada hari Ahad, 4 Juli 2010 di Masjid Alhasanah, Terban, Yogyakarta.
 

No comments:

Post a Comment

Pastikan Anda menyertakan nama dan URL/username Anda agar tidak masuk spam.